Menilik Kesehatan Mental Orang Tua yang Simpan Jenazah Anak, Mengapa Masih Percaya Ritual?

- Jumat, 14 Januari 2022 | 14:10 WIB
Kolase potret orang tua yang simpan jenzah anaknya selama dua bulan (Istimewa)
Kolase potret orang tua yang simpan jenzah anaknya selama dua bulan (Istimewa)

Baru-baru ini, warga Plakaran, Moga, Pemalang, Jawa Tengah digegerkan dengan temuan jasad seorang anak yang disimpan selama dua bulan di dalam rumah oleh orang tua kandungnya. 

Keluarga meyakini anak berusia 14 tahun yang bernama Saskia Anggita Ramadani tersebut akan hidup kembali dengan ritual khusus. Beruntung setelah dibujuk oleh Muspika setempat, pasangan suami istri Rohmat dan Prihatin tersebut akhirnya mau memakamkan jenazah anaknya.

Baca juga: Menilik Kesehatan Mental Kaum Fundamentalis, Apakah Pembuang Sesajen di Semeru Termasuk?

Namun dari hasil penyelidikan, fakta lain terungkap. Pasangan suami istri tersebut bukan pertama kali melakukan aksi aneh ini. Sebelumnya mereka juga pernah menyimpan jenazah di dalam rumah untuk jangka waktu yang lama. 

"Ini kedua kalinya, sebelumnya pernah ketahuan warga, adiknya sebelumnya menurut informasi telah meninggal, dan seminggu jenazahnya dibiarkan. Tapi jenazah itu memunculkan bau, sehingga mendesak warga masyarakat untuk memakamkannya," kata salah satu warga, Umroni.

Lantas bagaimanakah kesehatan mental pasangan yang memilih tidak menguburkan jasad anaknya tersebut?
 
Dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, Psikolog klinis forensik, Dra. A. Kasandra Putranto menanggapi kasus yang tengah viral ini. Ia mengatakan minimnya pengetahuan dan interaksi sosial membuat seseorang dapat bertindak di luar kebiasaan. 

“Faktor pendidikan, keterbatasan pengetahuan, baik kesehatan, agama dan hukum, serta keterampilan sosial emosional turut mempengaruhi perilaku seseorang dengan menyimpan jenazah di dalam rumah,” ujarnya, seperti yang dikutip Indozone, Jumat (14/1/2022). 

Memang dari hasil penyelidikan, pasangan yang menyimpan jenazah anaknya tersebut diketahui jarang bergaul. Para tetangga jarang mendapati mereka bersosialisasi. Bahkan keduanya turut dicurigai menganut aliran tertentu karena percaya pada ritual.

“Jika melibatkan tindakan menghilangkan nyawa seseorang baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja sebagai bagian dari ritual ataupun keyakinan tertentu, tentu saja ini harus bisa dibuktikan dalam proses penyidikan dan penyelidikan kepolisian,” ujarnya. 

Lalu di zaman yang modern seperti ini, mengapa masih ada orang yang percaya pada ritual tertentu?

Melansir dari Medicaldaily, Psikolog dari Universitas Helsinki di Finlandia, Apani Riekki menjelaskan ritual biasanya merupakan bagian dari takhayul yaitu ilusi yang diciptakan sendiri. Di mana ilusi tersebut dapat sangat mempengaruhi mental seseorang.

Ia menuturkan orang percaya terhadap takhayul atau ritual biasanya punya kepercayaan lebih besar dalam membuat keputusan. Kepercayaan ini menjadi semacam perisai untuk mencari jawaban, seperti saat terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka orang tersebut dapat membalikkan keadaan. 

Tak jarang karena kepercayaan yang amat besar, seseorang nekat melakukan hal-hal yang diluar nalar. Misalnya saat mengalami masalah kesehatan, mereka lebih memilih untuk melakukan ritual tertentu daripada harus ke dokter.

Selain itu, kepercayaan yang mereka yakini membuat pikiran tenang, jauh dari rasa cemas dan takut. Hal ini jugalah yang membuat takhayul bertahan begitu lama, bahkan diwariskannya dari generasi ke generasi.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Hindari 4 Makanan ini Saat Kamu Anemia!

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB
X