Sindrom Patah Hati Meningkat, Gejalanya Mirip Serangan Jantung

- Minggu, 19 Juli 2020 | 09:25 WIB
Ilustrasi sindrom patah hati (Medical News Today)
Ilustrasi sindrom patah hati (Medical News Today)

Penelitian terbaru di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Cleveland Clinic mengatakan sindrom patah hati atau sindrom Takotsubo meningkat selama pandemi Covid-19. Angka kasus sindrom ini umumnya meningkat pada mereka yang tidak terinfeksi virus SARS-CoV-2. Salah satu penyebab utamanya adalah stres.

Melansir Mayo Clinic, Minggu (19/7/2020), sindrom patah hati membuat otot jantung melemah. Akibatnya timbul nyeri dada mendadak dan sesak napas yang sering dikira seperti serangan jantung. Namun sindrom patah hati berbeda dengan serangan jantung

Serangan jantung umumnya disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah di jantung sehingga menghalangi aliran darah. Sedangkan pada sindrom patah hati arteri jantung tidak tersumbat namun aliran darah mungkin saja berkurang.

Gejala sindrom patah hati dapat diobati dan bisa juga membaik dengan sendirinya dalam beberapa hari atau minggu. Namun kondisi tersebut juga tidak bisa dianggap sepele. Saat nyeri dada berlangsung lama dan detak jantung terasa sangat cepat atau tidak teratur maka harus segera mendapatkan bantuan medis.

Hingga saat ini penyebab pasti sindrom patah hati belum diketahui dengan pasti. Tapi diperkirakan bahwa lonjakan hormon stres dapat mengganggu fungsi jantung pada beberapa orang. Sebab sindrom patah hati sering didahului oleh peristiwa fisik atau emosional yang kuat.

Sementara itu, sindrom patah hati bisa juga berakibat fatal meskipun angka kasusnya kecil. Sindrom patah hati dapat menyebabkan edema paru, tekanan darah rendah atau hipotensi, gangguan detak jantung, dan bahkan gagal jantung.

Artikel Menarik Lainnya:

 

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

Streamer Terkenal Ninja Umumkan Idap Kanker Kulit

Kamis, 28 Maret 2024 | 10:36 WIB
X