Sejarah Tradisi Sungkem dan Makan Ketupat Setiap Lebaran, Ternyata dari Zaman Wali Songo

- Senin, 2 Mei 2022 | 14:57 WIB
Tradisi sungkem dan makan ketupat saat lebaran. (WIkipedia).
Tradisi sungkem dan makan ketupat saat lebaran. (WIkipedia).

Setiap lebaran atau Idul Fitri, masyarakat Indonesia ternyata tak lepas dari tradisi sungkem 'atau bersimpuh di kaki orang tua dan memakan hidangan ketupat. Namun banyak yang belum tahu darimana asal usul tradisi tersebut.

Ternyata, tradisi idul fitri atau lebaran di Indonesia agak berbeda dengan tradisi Iduk Fitri di negara lainnya.

Menurut tradisi Jawa, tradisi lebaran lokal Idul Fitri pertama kali dimulai ketika Sunan Bonang, salah satu Wali Songo Tuban di Jawa abad ke-15, menyerukan kepada umat Islam untuk meningkatkan kesempurnaan puasa Ramadhan mereka dengan meminta maaf dan memaafkan orang lain atas kesalahan. 

Permohonan dan pengampunan saat Idul Fitri cukup unik di kalangan umat Islam Indonesia, yang tidak terjadi di kalangan umat Islam di Timur Tengah, India, atau di tempat lain. Sebagian besar umat Islam dunia hanya akan mengucapkan Idul Fitri.

Ada dua tradisi lebaran yang khas lokal dan tak ditemukan di tempat lain. Yaitu tradisi sungkem dan mengkonsumsi ketupat. 

Tradisi sungkem.

-
Tradisi sungkem dan makan ketupat saat lebaran. (WIkipedia).

 

Sungkem adalah tradisi orang Jawa untuk memohon restu dan pengampunan dari orang tua, kakek-nenek, dan orang yang lebih tua. 

Orang tua duduk di kursi sementara anak-anak dan anak-anak membungkuk dalam-dalam dengan ujung hidung mereka menyentuh tangan mereka yang bertumpu di pangkuan orang tua. Itu adalah tanda kerendahan hati, mengungkapkan dedikasi dan menghormati orang tua dan orang yang lebih tua.

Tradisi memakan ketupat.

Tradisi lainnya adalah mengkonsumsi ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa. Tradisi menyiapkan dan mengkonsumsi ketupat saat lebaran diyakini diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Jawa, karena mengandung beberapa simbolisme. 

Dipercaya bahwa kupat berarti ngaku lepat atau "mengakui kesalahan" dalam bahasa Jawa. Anyaman daun lontar yang disilangkan melambangkan kesalahan dan dosa yang dilakukan oleh manusia, dan lontong bagian dalam yang berwarna putih melambangkan kesucian dan pembebasan dari dosa setelah menjalankan puasa Ramadhan, shalat dan ritual.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Fakta dan Mitos Tahun Kabisat yang Kamu Harus Tau

Rabu, 28 Februari 2024 | 12:25 WIB
X