Bepergian menjadi hal yang sudah biasa bagi kebiasaan hidup di zaman modern. Baik itu melakukan perjalanan liburan, ataupun kegiatan yang sudah menjadi tugas di tempat bekerja.
Namun, bagaimana petunjuk untuk mempertimbangkan ketika memutuskan apakah akan berpuasa atau tidak saat bepergian di bulan ramadan? Ini pertimbangannya.
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman bahwa seseorang akan dibebaskan dari puasa saat bepergian karena Allah tidak ingin mempersulit umatnya.
"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur," (Q.S Al-Baqarah ayat 185).
Ayat tersebut memberikan kemudahan bagi orang yang sedang bepergian (musafir) dan orang sakit yang tidak berpuasa.
Meski begitu, puasa yang tidak dilaksanakan pada bulan suci Ramadan harus digantikan (qadha) di luar bulan Ramadan sebanyak hari yang telah ditinggalkan.
Jika berpuasa selama perjalanan udara atau pesawat, jam puasa tidak terkait dengan engara tempat berangkat atau tiba, maka seseorang yang berpuasa harus berbuka setiap kali matahari terbenam secara fisik.
Kalaupun berbuka puasa di pesawat, disarankan untuk bisa melihat sinar matahari dari jendela pesawat secara langsung, dan harus menunggu sampai gelap di luar.
Jika mengetahui bahwa waktu buka puasa belum tiba di negara asal tetapi di luar sudah gelap, kamu tetap harus berbuka. Untuk menghindari ketegangan tubuh, rencanakan perjalanan lebih dekat ke Maghrib sehingga dapat berbuka lebih cepat.
