Pengadilan AS Jatuhkan Denda ke Exxon Mobil, Latar Belakang Pelanggaran HAM di Aceh

- Rabu, 20 April 2022 | 17:02 WIB
ExxonMobil ditutuh biayai militer dalam pelanggaran HAM di Aceh. (Sergio Moraes/Reuters)
ExxonMobil ditutuh biayai militer dalam pelanggaran HAM di Aceh. (Sergio Moraes/Reuters)

Exxon Mobil diwajibkan membayar kompensasi denda sebesar US$288.900,78 atau Rp4 miliar untuk mengganti biaya hukum lawannya dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia di Aceh.

Pengadilan AS memerintahkan raksasa minyak itu untuk membayar biaya itu kepada pengacara penggugat setelah deposisi yang gagal.

Seperti dilansir Aljazeera, perintah Hakim Distrik AS Royce Lamberth yang dikeluarkan pada Kamis pekan lalu merupakan lanjutan atas tegurannya kepada mantan penasihat ExxonMobil Alex Oh dan mantan firma hukumnya, Paul, Weiss, Rifkind, Wharton & Garrison.

Mereka dinyatakan bersalah atas pelanggaran litigasi setelah Oh menghina pengacara lawan dengan kata-kata kasar selama deposisi.

John Doe telah menyeret Exxon Mobil dalam kasus kekerasan di Aceh melalui pengadilan di District of Columbia selama dua dekade.

“Sanksi adalah masalah yang sangat besar,” kata Michel Paradis, seorang pengacara hak asasi manusia dan dosen di Columbia Law School di New York seperti yang dikutip Al Jazeera, Rabu (20/4/2022).

“Itu jarang terjadi dan sering kali mencerminkan frustrasi sejati seorang hakim dengan bagaimana seorang pengacara atau suatu pihak telah bertindak,” katanya.

Pada tahun 2020, Mark Snell, penasihat umum regional Asia Pasifik ExxonMobil, “dengan keras, berulang kali, dan secara tidak wajar menghalangi pernyataannya sendiri” dan menolak untuk menjawab pertanyaan, membuang-buang waktu dan memberikan jawaban yang tidak akurat dan mengelak tentang apakah dia membaca dari catatannya dan siapa yang menyiapkan mereka, menurut dokumen pengadilan.

Kasus ini diajukan ke Pengadilan Distrik untuk Distrik Columbia pada tahun 2001 setelah tuduhan bahwa penduduk desa Indonesia menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penyerangan seksual, penyiksaan, pemerkosaan, dan kematian yang tidak wajar di sekitar pabrik minyak dan Gas ExxonMobil di Lhoksukon, Provinsi Aceh selama akhir 1990-an dan awal 2000-an.

Mobil Oil Indonesia, sebutan resmi perusahaan tersebut, bersama Exxon Mobil telah memulai operasi ladang gas Arun pada tahun 1968, perusahaan ini menghasilkan pendapatan tahunan lebih dari $1 miliar pada akhir 1990-an.

Mereka dinilai mengkontrak militer Indonesia untuk menjaga fasilitasnya di Aceh dengan biaya $500.000 per bulan.

Pada saat itu, Aceh sedang terlibat dalam perang saudara yang berkepanjangan antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sebuah kelompok separatis yang menuntut otonomi dari seluruh negeri.

Ke-11 penggugat dalam kasus tersebut, beberapa di antaranya diwakili oleh keluarga korban, menuduh bahwa tentara yang dikontrak oleh ExxonMobil melakukan penggerebekan yang bertujuan untuk membasmi tersangka separatis, menyiksa dan membunuh anggota masyarakat lokal yang tidak bersalah dalam proses tersebut.

ExxonMobil dengan tegas membantah mengetahui tentang penyalahgunaan oleh kontraktor di bawah pengawasannya.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Fakta dan Mitos Tahun Kabisat yang Kamu Harus Tau

Rabu, 28 Februari 2024 | 12:25 WIB
X