Studi Ini Ungkapkan Protein Mirip Belut Dipakai untuk Kontrol Otak!

- Kamis, 13 Mei 2021 | 15:20 WIB
Tampilan hasil CT-Scan otak. (photo/Ilustrasi/Pexels/MART PRODUCTION)
Tampilan hasil CT-Scan otak. (photo/Ilustrasi/Pexels/MART PRODUCTION)

Baru-baru ini, terdapat studi baru yang dilakukan peneliti untuk bantu orang yang menderita kecanduan, depresi, dan nyeri dengan mempelajari cara kerja neuron otak tertentu untuk melihat apakah mereka dapat dikendalikan. Dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Neurone, peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Washington dan Universitas Washington di St. Louis, bersama dengan beberapa universitas lain, berhasil menggunakan protein parapinopsin untuk mematikan sirkuit otak. 

Protein ini ditemukan di lamprey, garis keturunan kuno ikan tanpa rahang yang mirip dengan belut. Peneliti mengatakan kemampuan untuk menghambat neuron pada akhirnya dapat sebabkan gangguan mood dan perilaku yang tidak diinginkan seperti depresi dan candu. Melihat hal itu, penulis utama korespondensi studi ini, yaitu Michael Bruchas memberikan komentarnya. 

"Kami menemukan protein tertentu yang berasal dari lamprey yang telah ada selama ratusan juta tahun. Kami mengambil gen dari protein itu dan menemukan bahwa kami dapat mengontrol cara neuron berbicara satu sama lain, yaitu bagaimana bahan kimia ditransmisikan ke otak." ungkapnya. 

Selama beberapa dekadae, ahli saraf telah menggunakan beberapa jenis protein peka cahaya yang diekspresikan dalam tumbuhan dan bakteri untuk bereksperimen dengan sirkuit otak. Tetapi, ini pertama kalinya protein diambil dari lamprey untuk mengontrol sirkuit otak. 

Parapinopsin adalah sejenis protein yang disebut "g protein-coupled receptor" atau GPCR. GPCR ini muncul pada awal evolusi dan dapat ditemukan pada organisme mulai dari bakteri hingga manusia. Setidaknya ada 850 jenis protein ini pada mamalia. 

"Beberapa dari jalur GPCR ini sangat terkonservasi selama jutaan tahun evolusi, dan itu memungkinkan kami meretas jalur tersebut menggunakan parapinopsin," kata Bryan Copits, penulis utama dan penulis koresponden, asisten profesor anestesiologi di Pain Center di Washington Fakultas Kedokteran Universitas, tempat Dr. Bruchas sebelumnya berada.

Peneliti juga menemukan bahwa protein dalam lamprey merespons cahaya, bukan bahan kimia, pendekatan lain untuk pengiriman yang ditargetkan. Misalnya, pada bagian otak mengalami kejang akibat Parkinson, efek itu dapat diisolasi dengan elektroda. 

"Ini adalah alasan yang sempurna mengapa sains dasar sangat penting," lanjut Bruchas.

 "Karena kerja keras seseorang dalam penemuan biologis dasar, kami memiliki alat baru untuk penelitian medis." jelasnya. 

Bruchas dan tim juga berencana untuk memakai penemuan itu untuk penelitian guna memperluas pengetahuan mereka mengenai cara kerja bagian dalam otak dan untuk mengidentifikasi pengobatan stres, depresi, kecanduan, dan nyeri.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

8 Arti Ular Masuk Rumah Menurut Primbon Jawa

Senin, 15 April 2024 | 12:00 WIB
X