Pada abad ke-19, menjadi orang miskin di Eropa dan Amerika Serikat berarti malapetaka. Sebab saat itu orang-orang miskin akan dipekerjakan secara kasar.
Mereka akan ditempatkan pada workhouses atau rumah kerja. Hal ini juga berlaku bagi anak-anak mereka.
Dikutip dari History Collection, pada tahun 1839, hampir setengah dari populasi workhouses atau rumah kerja adalah anak-anak. Jika anak itu berusia di bawah 7 tahun, mereka diizinkan tinggal di bagian perempuan bersama ibunya.
Tetapi, nasib akan lebih buruk jika mereka yatim piatu. Bisa dipastikan tidak akan ada jalan keluar sama sekali.
Mereka akan dipaksa bekerja kasar dan tinggal dalam kondisi yang memprihatinkan. Bahkan saat seorang dokter mengunjungi rumah kerja di Whitechapel, London, Inggris pada tahun 1838, ia melaporkan bahwa anak-anak itu kurus, pucat, dan tidak diizinkan keluar.
Baca juga: Sadisnya 'Keledai' Spanyol, Alat Pemecah Kelamin Pelaku Kejahatan di Abad Pertengahan
Anak-anak itu tidak boleh mencari udara segar, walau hanya untuk bermain atau berolahraga. Sehingga kesehatan fisik dan mentalnya sangat terganggu.
Disiksa dan Dilecehkan
Selain kondisi kerja mereka yang kotor dan buruk, anak-anak di rumah kerja juga sering menjadi korban hukuman fisik.
Baca juga: Sadisnya Linda Hazzard: Dokter yang Sengaja Membuat Pasiennya Kelaparan
The Poor Law Commissioners atau Komisaris Hukum bagi Orang-orang Miskin telah berupaya untuk membuat peraturan untuk melindungi anak-anak dari kekerasan fisik hingga kasus pelecehan. Tetapi nahasnya, pukulan dan hukuman fisik bagi mereka masih terjadi.
Sampai akhirnya pada tahun 1948, ditetapkan National Assistance Act yang menghapuskan seluruh kisah kelam perundang-undangan orang miskin hingga sistem rumah miskin dan rumah kerja.
