Misteri 4 Mahasiswa Ditembak Mati dalam Tragedi Trisakti 1998, Siapa Dalangnya?

- Rabu, 11 Mei 2022 | 18:59 WIB
Kolase foto Soeharto dan empat mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas ditembak dalam Tragedi Trisakti tahun 1998. (Antara foto/Arahindonesia.files.wordpress.com)
Kolase foto Soeharto dan empat mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas ditembak dalam Tragedi Trisakti tahun 1998. (Antara foto/Arahindonesia.files.wordpress.com)

12 Mei 1998, 21 tahun yang lalu, empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak mati oleh aparat keamanan saat berdemonstrasi menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.

Empat mahasiswa yang belakangan menjadi pahlawan reformasi itu adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977 – 1998), Hafidin Royan (1976 – 1998), dan Hendriawan Sie (1975 – 1998). Peristiwa itu kemudian dikenang sebagai Tragedi Trisakti.

Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada, demikian ditulis di laman Trisakti.ac.id.

Kronologi

Mula-mula, pukul 10.30-10.45, civitas akademika Universitas Trisaksi yang terdiri dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas dan universitas, serta karyawan, menggelar aksi damai di pelataran parkir depan Gedung Syarif Thayeb. Jumlah mereka ada ribuan orang.

Kemudian, pukul 10.45-11.00, aksi mimbar bebas dimulai dengan diawali acara penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama oleh peserta mimbar bebas, kemudian dilanjutkan mengheningkan cipta sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia saat itu.

Pukul 11.00-12.25, aksi orasi serta mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari dosen, karyawan maupun mahasiswa. Aksi tersebut terus berjalan dengan baik dan lancar.

Pukul 12.25-12.30, massa mulai memanas yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat keamanan tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan menuntut untuk turun (long march) ke jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Kemudian massa menuju ke pintu gerbang arah Jalan Jenderal S. Parman.

12.30-12.40, satgas mulai siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu gerbang) dan mengatur massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan himbauan untuk tetap tertib pada saat turun ke jalan.

Kemudian pada pukul 12.40-12.50, pintu gerbang dibuka dan massa mulai berjalan keluar secara perlahan menuju Gedung MPR/DPR melewati kampus Untar.

12.50-13.00, long march mahasiswa terhadang tepat di depan pintu masuk kantor Wali Kota Jakarta Barat oleh barikade aparat dari kepolisian dengan tameng dan pentungan yang terdiri dua lapis barisan.

Lalu pukul 13.00-13.20, barisan satgas terdepan menahan massa, sementara beberapa wakil mahasiswa (Senat Mahasiswa Universitas Trisakti) melakukan negoisasi dengan pimpinan komando aparat (Dandim Jakarta Barat, Letkol (Inf) A Amril, dan Wakalpolres Jakarta Barat). Sementara negoisasi berlangsung, massa terus berkeinginan untuk terus maju. Di lain pihak massa yang terus tertahan tak dapat dihadang oleh barisan satgas samping bergerak maju dari jalur sebelah kanan. Selain itu pula masyarakat mulai bergabung di samping long march.

13.20-13.30, Tim negosiasi kembali dan menjelaskan hasil negosiasi di mana long march tidak diperbolehkan dengan alasan kemungkinan terjadinya kemacetan lalu lintas dan dapat menimbulkan kerusakan. Mahasiswa kecewa karena mereka merasa aksinya tersebut merupakan aksi damai. Massa terus mendesak untuk maju. Di lain pihak pada saat yang hampir bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-Mas) sejumlah 4 truk.

Pukul 13.30-14.00, massa duduk. Lalu dilakukan aksi mimbar bebas spontan di jalan. Aksi damai mahasiswa berlangsung di depan bekas kantor Wali Kota Jakbar. Situasi tenang tanpa ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Sementara rekan mahasiswi membagikan bunga mawar kepada barisan aparat. Sementara itu pula datang tambahan aparat dari Kodam Jaya dan satuan kepolisian lainnya.

14.00-16.45, negoisasi terus dilanjutkan dengan komandan (Dandim dan Kapolres) dengan pula dicari terobosan untuk menghubungi MPR/DPR. Sementara mimbar terus berjalan dengan diselingi pula teriakan yel-yel maupun nyanyian-nyanyian. Walaupun hujan turun massa tetap tak bergeming. Yang terjadi akhirnya hanya saling diam dan saling tunggu. Sedikit demi sedikit massa mulai berkurang dan menuju ke kampus. Polisi memasang police line. Mahasiswa berjarak sekitar 15 meter dari garis tersebut.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

7 Arti Mimpi Memotong Rambut Apakah Pertanda Baik?

Minggu, 28 April 2024 | 10:19 WIB

8 Arti Ular Masuk Rumah Menurut Primbon Jawa

Senin, 15 April 2024 | 12:00 WIB
X