Temuan penelitian pada ratusan anak kembar yang dipimpin oleh peneliti Washington State University telah menunjukkan stres, kecemasan, dan depresi selama beberapa minggu pertama karena pandemi berkaitan dengan kualitas tidur yang lebih sedikit dan lebih rendah.
Studi ini dipublikasikan dalam Frontiers in Neuroscience. Dalam survei yang dilakukan pada lebih dari 900 anak kembar yang diambil tak lama setelah tindakan penguncian COVID-19 dimulai, sekitar setengah dari responden melaporkan tidak ada perubahan dalam pola tidur mereka, tetapi sekitar sepertiga, 32,9 persen, melaporkan penurunan tidur. Melihat hal itu, penulis utama studi ini yaitu Siny Tsang memberikan komentarnya.
"Hasilnya menunjukkan bahwa penyimpangan dari perilaku tidur Anda yang khas mungkin terkait dengan depresi, kecemasan , dan stres ," ungkapnya.
Dengan kata lain, ketika orang tidak tidur nyenyak, mereka cenderung lebih merasakan stres, kecemasan, dan depresi, dan saat mereka menghadapi masalah yang sama, cenderung kurang tidur. Studi ini menganalisis tanggapan survei yang dikumpulkan antara 26 Maret hingga 5 April 2020, dari peserta di Washington State Twin Registry. Penelitian ini bergantung pada persepsi yang dilaporkan sendiri mengenai panjang dan kualitas tidur, tetapi peneliti mengatakan bahwa dalam hal kesehatan mental, persepsi bisa lebih penting dari jumlah tidur yang sebenarnya.
"Bahkan jika ponsel Anda mengatakan Anda secara konsisten tidur delapan jam setiap hari, Anda mungkin merasa bahwa Anda kurang tidur atau kurang tidur, dan itu mungkin terkait dengan perasaan stres atau cemas," lanjut Tsang.
"Mungkin tidak masalah apakah jumlah sebenarnya telah berubah atau tidak. Perasaan Anda itulah yang terkait dengan kesehatan mental Anda." jelasnya.
"Pola yang konsisten di ketiga penelitian ini adalah bahwa orang yang melaporkan perubahan dalam latihan fisik, penggunaan alkohol atau tidur lebih stres , cemas dan depresi daripada mereka yang mengatakan tidak ada perubahan," tutupnya.
