Masih dalam balutan invasi Rusia dan Ukraina, dimana banyak negara yang mengeluarkan berbagai sanksi kepada Rusia atas tindakan mereka. Salah satu negara yang paling banyak menjatuhkan sanksi kepada negara yang dipimpin oleh Vladimir Putin tersebut ialah Amerika Serikat.
Baru-baru ini, Kepala Badan Antariksa Rusia, Dmitry Rogozin telah mengeluarkan ancaman terkait kemitraan antara Rusia dan Amerika Serikat yang membuat Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) tetap beroperasi hingga saat ini.
Baca Juga: Rusia Mundur, Benarkah Proyek Ruang Angkasa Internasional Bisa Lumpuh? Ini Faktanya
Ancaman tersebut menyusul atas sanksi apapun yang dijatuhkan Amerika Serikat dan sekutunya kepada Rusia yang disebut dapat menghancurkan kemitraan tersebut.
Lantas, apa jadinya jika ISS tanpa Rusia?
Dikutip Livescience, jika Rusia mengakhiri keterlibatannya di ISS, kerugian terbesar adalah kehilangan kekuatan roket yang mempertahankan ISS tetap di orbit. Kekuatan tersebut kini disediakan oleh ledakan mesin pesawat ruang angkasa Soyuz milik Rusia yang saat ini sedang berlabuh di ISS.
Namun, jurnalis luar angkasa Keith Cowing yang berbasis di AS, editor NASA Watch, mengatakan kepada bahwa NASA akan segera menguji kemampuan untuk menjaga ISS di orbit menggunakan mesin pesawat ruang angkasa kargo Cygnus. Pesawat tersebut diproduksi dan diluncurkan oleh perusahaan kedirgantaraan AS Northrop Grumman.
"Jadi itu bukan ancaman seperti dulu," katanya.
Menurut Cowing, NASA dan mitra lainnya akan dapat menjaga ISS di orbit selama hampir satu dekade bahkan jika Rusia menarik diri dari proyek tersebut.
Dan sejak dimulainya penerbangan pesawat ruang angkasa Cygnus and Dragon, NASA dan mitra lain dalam proyek ISS, badan antariksa Eropa (ESA), Jepang, dan Kanada, tidak lagi bergantung pada Soyuz Rusia untuk mengangkut awak dan kargo ke stasiun luar angkasa.
