Mengenal Oradour-sur-Glane, Saksi Bisu Kekejaman Nazi

- Jumat, 21 Februari 2020 | 18:30 WIB
Ilustrasi Oradour-sur-Glane sebagai saksi bisu kekejaman nazi. (TODAYINHISTORY)
Ilustrasi Oradour-sur-Glane sebagai saksi bisu kekejaman nazi. (TODAYINHISTORY)

Pada 10 Juni 1944 menjadi waktu yang diabadikan sebagai salah satu masa terkelam dalam sejarah umat manusia. Tepatnya terletak di sebuah pedesaan terpencil di Prancis, Oradour-sur-Glane merupakan desa pertanian yang menjadi korban pembantaian keji dari pasukan elit Waffen SS Das Reich, Nazi.

Robert Hebras dan Jean-Marcel Darthout, dua orang terakhir yang masih hidup dari enam orang yang selamat dari pembantaian Oradour-sur-Glane. Mereka menceritakan bahwa setelah kejadian pembataian tersebut, bahkan tujuh dekade setelah Perang Dunia II berakhir, Oradour-sur-Glane terkesan membeku dan tak tersentuh oleh waktu karena penduduk Prancis memutuskan untuk tidak menghancurkan ataupun membangun kembali pedesaan tersebut.

Kronologi kejadian tersebut dimulai pada pukul dua sore ketika pasukan elit Jerman, Des Reich, telah menyelesaikan perintah untuk mengatasi pasukan perlawanan di beberapa tempat di sekitar Oradour-sur-Glane.

Tanpa alasan yang jelas, diperkirakan pasukan tersebut memutuskan masuk ke Oradour-sur-Glane untuk menjadikan desa tersebut sebagai contoh unjuk kekuatan dan kekejaman, agar pasukan musuh berpikir dua kali sebelum melakukan perlawanan.

-
Warsaw Uprising Monument 1944 (Unsplash.com/DMC)

Ketika Pasukan Des Reich mengumpulkan seluruh penduduk desa di Champ de Foire yang merupakan area terbuka tempat warga biasa berkumpul, penduduk Oradour-sur-Glane tidak khawatir ataupun curiga karena Pasukan Des Reich hanya mengatakan akan melakukan prosedur pemeriksaan identitas. Menurut Darthout, mereka bahkan dengan santai dan sambil bercanda membicarakan mengenai pertandingan sepak bola esok harinya.

Namun seketika suasana menjadi mencekam ketika suara senapan otomatis ditembakan dan tubuh-tubuh berjatuhan. Para perempuan dan anak-anak kemudian digiring ke gereja, lalu mereka dibantai dengan cara melemparkan granat dan dibakar hidup-hidup. Sedangkan para pria ditembaki secara brutal di pelataran desa.

Sebanyak 642 penduduk menjadi korban dalam pembantaian tersebut. Diantaranya 240 perempuan dan 205 anak-anak yang menjadi korban. Sementara itu Hebras, Darthout, dan beberapa pria lainnya berhasil selamat karena berpura-pura tewas dan sembunyi di bawah tumpukan mayat tetangga mereka.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

8 Arti Ular Masuk Rumah Menurut Primbon Jawa

Senin, 15 April 2024 | 12:00 WIB
X