Di Selandia Baru pernah terjadi peternakan sapi perah kotor yang mengacu pada kerusakan pada kesehatan ekologi lingkungan air tawar oleh intensifikasi peternakan sapi perah.
Tidak hanya itu juga, sapi perah kotor itu juga menjadi kampanye profil tinggi yang dimulai pada tahun 2002 oleh Fish and Game Council untuk menyoroti dan memerangi ini.
Kampanye tersebut mengarah pada penciptaan pada tahun 2003 dari Dairying and Clean Streams Accord, sebuah kesepakatan sukarela antara Fonterra, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian dan Kehutanan, dan dewan-dewan regional.
Praktek peternakan sapi perah intensif telah menyebabkan polusi air dari limbah ternak di banyak sungai dan sungai di Selandia Baru. Sungai Waikato memiliki sejarah panjang pencemaran air dan sekarang gagal dalam peraturan kesehatan untuk kontak manusia.
Ini melewati wilayah Waikato yang sangat produktif, di mana peternakan sapi perah adalah penggunaan lahan yang umum. Baru-baru ini, Sungai Manawatu menjadi sorotan media karena tingkat polusinya yang tinggi.
Danau Ellesmere telah mengalami eutrofikasi sejak tahun 1970-an karena kegiatan pertanian di daerah tersebut, Danau Taupo telah mendapat dana pemerintah untuk mengurangi polusi, dan Rotorua danau sangat tercemar.
Sebuah studi yang menggunakan data kualitas air dari tahun 1996 hingga 2002 menemukan bahwa sebagian besar sungai dan anak sungai dataran rendah yang melewati lahan penggembalaan tercemar.
Ada sejumlah penuntutan untuk pemerahan kotor. Selama periode empat tahun dari Juli 2008 sampai Juni 2012 setidaknya 151 penuntutan yang melibatkan 300 dakwaan dibuat untuk pembuangan limbah susu yang melanggar hukum. Denda Pengadilan Lingkungan yang dikumpulkan untuk periode tersebut berjumlah 3,2 juta dolar New Zealand (Rp30 miliar).
