Studi Ini Jelaskan Sebanyak Hampir 8 Juta Orang Meninggal Karena Bahan Bakar Fosil

- Minggu, 21 Februari 2021 | 15:50 WIB
Ilustrasi polusi udara. (photo/Ilustrasi/Pexels/Pixabay)
Ilustrasi polusi udara. (photo/Ilustrasi/Pexels/Pixabay)

Baru-baru ini, terdapat sebuah studi terbaru yang menemukan bahwa pada 2018 lalu, terdapat sekitar 8 juta orang di dunia yang meninggal dikarenakan terpapar bahan bakar fosil. Studi ini dilakukan oleh tim peneliti gabungan dari Harvard University, University of Birmingham, University of Leicester, hingga University College London. 

Dalam studi penelitian ini, para peneliti pun berhitung dan kemudian berikan estimasi bahwa materi partikulat atau partikel halus dari emisi bahan bakar fosil turut menyumbang hingga 18% dari total kematian global pada 2018. Dengan kata lain, hampir sekitar 1 dari 5 kematian di dunia disebabkan oleh polusi bahan bakar fosil. 

Wilayah-wilayah yang memiliki konsentrasi polusi udara terkait bahan bakar fosil tertinggi adalah Amerika Utara bagian timur, Eropa, dan Asia Tenggara. Yang disebutkan terakhir merupakan wilayah yang mempunyai tingkat kematian tertinggi akibat polusi bahan bakar fosil, sebagaimana tertulis dalam laporan hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Research ini. 

Hasil studi ini mengungkapkan bahwa jumlah manusia yang menjadi korban tewas akibat polusi udara telah meningkat pesat. Sebelumnya, terdapat Studi Beban Penyakit Global, yang menjadi studi terbesar dan terlengkap tentang penyebab kemarian global, menyebutkan jumlah total kematian global dari semua materi partikulat polusi udara luar, termasuk debu dan asap dari kebakaran hutan dan lahan pertanian yang mencapai 4,2 juta. 

Penemuan dari studi terbaru ini tampak semakin mengedepankan dampak merugikan bahan bakar fosil terhadap kesehatan global. Tapi, terdapat sebuah pertanyaan, bagaimanakah para peneliti bisa dapatkan angka total korban yang sangat besar itu?

Penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dampak polusi udara hanya mengandalkan pengamatan satelit dan permukaan untuk perkirakan konsentrasi tahunan rata-rata global materi partikulat udara yang dikenal sebagai PM2.5. Masalahnya, pengamatan satelit dan permukaan tidak dapat membedakan antara partikel dari emisi bahan bakar fosil dan partikel dari debu, asap kebakaran hutan, atau sumber lainnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

8 Arti Ular Masuk Rumah Menurut Primbon Jawa

Senin, 15 April 2024 | 12:00 WIB
X