Sejarah Paskibraka di Indonesia, dari Proses Seleksi hingga Pengukuhan oleh Presiden

- Sabtu, 15 Agustus 2020 | 11:47 WIB
Paskibraka Indonesia (ANTARA/Debby Mano)
Paskibraka Indonesia (ANTARA/Debby Mano)

Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2020 akan dilaksanakan dengan aturan yang berbeda daripada tahun-tahun sebelumnya.

Salah satunya terkait gelaran upacara bendera pusaka Merah Putih yang hanya akan dilakukan oleh 8 Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional yang pernah bertugas pada tahun 2019 lalu.

Kedelapan personel Paskibraka 2020 itu terdiri dari Pasukan 8 (pembawa baki bendera dan pengibar bendera), Pasukan 17, dan Pasukan 45, yang personelnya adalah pasangan siswa-siswa SLTA terbaik di tiap provinsi Indonesia.

Adapun delapan anggota Paskibraka yang dikukuhkan Presiden Joko Widodo pada Kamis (13/8/2020) dan akan bertugas di Istana Kepresidenan pada HUT ke-75 RI, Senin 17 Agustus 2020 adalah:

  1. Indrian Puspita Rahmadhani (SMAN 1 Bireuen, Aceh).
  2. I Gusti Agung Bagus Kade Sangga EiravAdhita (SMAN 1 Mendoyo, Bali).
  3. Sudrajat Prawijaya (SMAN 4 Rejang Lebong, Bengkulu).
  4. Muhammad Arief Wijaya (SMAN 2 Kendari, Sulawesi Tenggara).
  5. Muhammad Asri Maulana (SMAN 1 Kandangan, Kabupaten HSS, Kalimantan Selatan).
  6. Sylvia Kartika Putri (SMA Sawasta Kartika 1-4 Pematang Siantar, Sumatera Utara).
  7. Dhea Lukita Andriana (SMAN 1 Ngunut, Tulungagung, Jawa Timur).
  8. Muhammad Adzan (MAN 2 Bima, NTB).


Sejarah Singkat Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Indonesia

-
Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Wikipedia)

Terlepas dari gelaran upacara HUT ke-75 Republik Indonesia pada Senin, 17 Agustus 2020, yang akan dilakukan oleh 8 personel Paskibraka, ada cerita singkat tentang sejarah Paskibraka.

Sejarah Paskibraka dimulai sejak tahun 1946, ketika Ibu Kota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Dalam rangka memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-1, Presiden Soekarno memerintahkan salah satu ajudan, Mayor (Laut) Husein Mutahar.

Tugas Presiden kepada H. Mutahar pada saat itu yakni menyusun upacara pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta.

Pada saat itulah, di benak Mutahar terlintas suatu gagasan bahwa sebaiknya pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi penerus perjuangan bangsa.

Tetapi, karena gagasan itu tidak mungkin terlaksana, maka Mutahar hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) yang berasal dari berbagai daerah dan kebetulan sedang berada di Yogyakarta.

Lima orang tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu sampai tahun 1949, pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara yang sama.

Ketika Ibu kota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka. 

Tugas pengibaran bendera pusaka setiap tanggal 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga Kepresidenan sampai tahun 1966. Selama periode itu, para pengibar bendera diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.

Namun kemudian, di tahun 1967, Mutahar yang saat itu ditugaskan sebagai Direktur Jenderal urusan pemuda dan Pramuka diminta Presiden Soeharto untuk menyusun lagi tata cara pengibaran Bendera Pusaka.

Tata cara pengibaran Bendera Pusaka disusun untuk dikibarkan oleh satu pasukan. Pasukan ini pun dibagi ke dalam 3 kelompok. Pertama, kelompok 17 sebagai pengiring atau pemandu. Kedua, kelompok 8 sebagai pembawa bendera. Dan ketiga, kelompok 45 sebagai pengawal. 

Halaman:

Editor: Administrator

Terkini

Fakta dan Mitos Tahun Kabisat yang Kamu Harus Tau

Rabu, 28 Februari 2024 | 12:25 WIB
X