Studi Ini Temukan Jeritan Bahagia Dirasakan Lebih Kuat daripada Kemarahan!

- Kamis, 15 April 2021 | 13:36 WIB
Teriakan bahagia. (photo/Ilustrasi/Pexels/Andrea Piacquadio)
Teriakan bahagia. (photo/Ilustrasi/Pexels/Andrea Piacquadio)

Teriakan manusia lebih dari sekadar ketakutan akan bahaya yang akan terjadi atau keterikatan dalam konflik sosial. Berteriak juga ekspresikan kegembiaraan. Untuk pertama kalinya, peneliti tunjukkan bahwa jeritan yang tidak mengkhawatirkan bahkan dirasakan dan diproses oleh otak dengan lebih efisien daripada jeritan yang khawatir. 

Berteriak bisa menyelamatkan nyawa. Primata non-manusia dan spesies mamalia lainnya sering menggunakan suara teriakan ketika terlibat dalam konflik sosial atau untuk menandakan keberadaan dari predator atau ancaman lainnya. Tetapi, manusia juga berteriak saat mengalami emosi yang kuat seperti keputusasaan atau kegembiraaan. 

Tetapi, penelitian sebelumnya mengenai topik ini sebagian besar berfokus pada jeritan ketakutan yang mengkhawatirkan. Manusia bisa merespons jeritan positif lebih cepat dengan sensitivitas yang lebih tinggi. Temuan penelitian ini dipublikasikan di jurnal 'PLOS Biology'. 

Dalam studi baru, tim di Departemen Psikologi Universitas Zurich yang dipimpin oleh Sascha Fruhholz menyelidiki makna di balik spektrum penuh teriakan manusia. Hasilnya, mengungkapkan 6 jenis teriakan yang berbeda secara emiosnal, dengan menunjukkan rasa sakit, takut, senang, sedih, kegembiraan, hingga dengan kemarahan. Melihat hal itu, Sascha Fruhholz memberikan komentarnya.

"Kami terkejut dengan fakta bahwa pendengar menanggapi lebih cepat dan akurat, dan dengan kepekaan saraf yang lebih tinggi, terhadap teriakan yang tidak mengkhawatirkan dan positif daripada teriakan yang mengkhawatirkan," ungkapnya. 

Tim peneliti melakukan empat eksperimen untuk studi mereka. Dimana, 12 peserta diminta untuk menyuarakan teriakan postifi dan negatif yang mungkin ditimbulkan oleh berbagai situasi. Sekelompok individu yang berbeda menilai sifat emosional dari jeritan itu dan mengklasifikasikannya ke dalam kategori yang berbeda. 

"Bagian otak frontal, auditori, dan limbik menunjukkan lebih banyak aktivitas dan konektivitas saraf saat mendengar jeritan non-alarm daripada saat memproses panggilan jeritan alarm," lanjutnya. 

Sebelumnya diasumsikan bahwa sistem kognitif manusia dan primata dirancang khusus untuk mengenali ancaman dan sinyal bahaya dalam bentuk jeritan. Berbeda mengenai primata dan spesies hewan lainnya. 

"Sangat mungkin bahwa hanya manusia yang berteriak untuk menandakan emosi positif seperti kegembiraan atau kesenangan yang luar biasa. Dan tidak seperti panggilan alarm, jeritan positif menjadi semakin penting dari waktu ke waktu," lanjutnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

8 Arti Ular Masuk Rumah Menurut Primbon Jawa

Senin, 15 April 2024 | 12:00 WIB
X