Kisah tragis dibalik G30S/PKI bukan hanya soal kehilangan dan juga tangis yang terdengar di setiap bilik rumah, melainkan efek jangka panjang yakni traumatik.
Hal ini rupanya dialami oleh RA Kardinah, adiknya RA Kartini yang memiliki ketakutan tersendiri meski penumapasan para anggota PKI yang dianggap sebagai dalang dibalik peristiwa mencekam tersebut.
Baca Juga: Rahasia Makanan Kesukaan R.A Kartini Terungkap, Ternyata Ini Resepnya!
Disebutkan dalam buku Ayat-ayat yang Disembelih (2015), PKI memandang Bupati Tegal sebagai sebuah sasaran yang akan dibantai. PKI memandang bupati adalah simbol feodalisme atau pemegang tampuk yang berkuasa di Tegal.
Hal inilah yang melandasi orang-orang PKI untuk mengincar dan membunuh sang bupati, Soenarjo. Dengan begitu membantai sang bupati, PKI dengan mudah akan berkuasa di kawasan Tegal.
Dimasa-masa penumpasan tersebut, RA Kardinah menyaksikan segerombolan remaja tak dikenal menyergap masuk ke rumah menantunya. 13 Oktober 1945 segerombolan itu masuk ke ruang tamu hingga hampir ke penjuru ruang untuk mengobrak-abrik rumahnya.
Para anggota PKI ini pun mencari bupati Tegal, yang merupakan menantu RA Kardinah. Soenarjo yang kala itu sedang tak di rumah terus dicari, sembari para gerombolan itu mengacak-acak rumahnya. Seragam kebesaran bupati Tegal yang mereka temui, dirobek-robek karena bagi mereka merupakan simbol feodalisme.
Geram dengan kenyataan bahwa komplotan PKI itu tak menemukan buruan, Kardinah yang ada di dalam rumah tersebut menjadi sasaran. Kemarahan PKI dilampiaskan kepada RA Kardinah.
Baca Juga: Mengapa Hari Kartini Identik dengan Para Wanita Menggunakan Kebaya? Ini Faktanya!
Tak hanya Kardinah, cucu perempuan dan pembantu Soenarjo juga turut ditangkap. Semua pakaian mereka dilucuti oleh PKI yang tengah murka, kemudian digantikan dengan pakaian dari goni.
Entah apa salah dan dosa, kisah tragis menimpa mereka. PKI dengan kejamnya menjadikan adik kandung Kardinah beserta cucu dan pembantunya sebagai bulan-bulanan massa.
