Studi Ini Menjelaskan Pandemi COVID-19 Tingkatkan Depresi pada Seseorang

- Selasa, 2 Maret 2021 | 16:48 WIB
Tampilan ilustrasi depresi. (photo/Ilustrasi/Pexels/Andrew Neel)
Tampilan ilustrasi depresi. (photo/Ilustrasi/Pexels/Andrew Neel)

Tim peneliti multi-institusi dari Carnegie Mellon University, University of Pittsburgh, dan University of California, San Diego menemukan bahwa 61 persen mahasiswa universitas yang berisiko mengalami depresi klinis, nilai 2 kali lipat tingkat sebelum pandemi. Peningkatan depresi ini terjadi bersamaan dengan perubahan dramatis dalam kebiasaan gaya hidup. 

Amerika Serikat dilaporkan telah menghabiskan lebih dari US$ 200 miliar setiap tahunnya untuk meawat dan mengelola kesehatan mental. Pada awal pandemi COVID-19, hanya memperdalam jurang bagi mereka yang mengalami gejala depresi atau kecemasan. Pelanggaran ini juga meluas dan memengaruhi banyak orang. 

Studi ini mendokumentasikan perubahan dramatis dalam aktivitis, fisik, tidur, dan penggunaan waktu pada permulaan pandemi COVID-19. Gangguan terhadap aktivitas fisik muncul sebagai faktor risiko utama depresi selama pandemi. Pentingnya, mereka yang mempertahankan kebiasaan olahraga memiliki risiko yang jauh lebih rendah dibanding mereka yang mengalami penurunan besar dalam aktivitas fisik yang disbebakan pandemi. 

Hasil penelitian ini tersedia secara online dalam Prosiding National Academy of Sciences pada 10 Februari kemarin. Melihat hal itu, Silvia Saccardo selaku asisten profesor di Departemen llmu Sosial dan Keputusan di CMU memberikan komentarnya. 

"Ada peningkatan mengkhawatirkan dalam tingkat kecemasan dan depresi di kalangan orang dewasa muda, terutama di kalangan mahasiswa,"  ungkap Silvia Saccardo. 

"Pandemi telah memperburuk krisis kesehatan mental pada populasi yang rentan ini." lanjutnya. 

"Kami menggunakan kumpulan data unik ini untuk mempelajari faktor apa yang memprediksi perubahan depresi ," jelasnya. 

 "[Dalam kumpulan data,] kita dapat melihat bahwa kesehatan mental semakin memburuk seiring berjalannya semester, tetapi secara dramatis lebih buruk pada tahun 2020 dibandingkan dengan kelompok sebelumnya." katanya. 

Tim juga menemukan bahwa peserta yang menjaga kebiasaan kesehatan sebelum pandemi, aktivitas fisik terjadwal dan kehidupan sosial aktif berada pada risiko lebih tinggai untuk depresi ketika pandemi berlanjut. 

"Kami mengacak sekelompok individu untuk menerima insentif untuk berolahraga. Sementara intervensi singkat kami meningkatkan aktivitas fisik di antara kelompok ini, itu tidak berdampak pada kesehatan mental . Hasil ini membuka banyak peluang untuk penelitian di masa depan," ungkapnya. 

"Ini adalah teka-teki yang menarik untuk penelitian di masa depan untuk memahami mengapa kita tidak melihat hubungan asimetris antara dimulainya kembali aktivitas fisik dan kesehatan mental ," katanya. 

Penelitian ini telah mendokumentasikan bagaimana COVID-19 sebabkan gangguan besar pada kesejahteraan mental di kalangan mahasiswa populasi yang rentan. Bahkan, asisten profesor ekonomi di Pitt, Giuntella memberikan komentarnya. 

"Hasilnya dapat digeneralisasikan untuk populasi orang dewasa muda, kelompok yang sangat terpapar yang telah menunjukkan tingkat depresi yang meningkat selama beberapa dekade terakhir dan secara dramatis terpapar gangguan yang disebabkan oleh epidemi saat ini," ungkap Giuntella.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

8 Arti Ular Masuk Rumah Menurut Primbon Jawa

Senin, 15 April 2024 | 12:00 WIB
X