Doomscrolling, Fenomena Kecendrungan Menikmati Berita Buruk hingga Musibah Orang Lain

- Jumat, 4 Februari 2022 | 19:04 WIB
Doomscrolling. (Photo/Ilustrasi/Unsplash)
Doomscrolling. (Photo/Ilustrasi/Unsplash)

Menurut sebuah studi baru Universitas Florida, "Doomscrolling" merupakan kata yang tepat untuk menggulir malapetaka sebagai kata untuk menciptakan berita negatif secara berlebihan.

Fenomena ini muncul dan menjadi perilaku baru. Berdasarkan studi yang dilansir Jurnal Technology, Mind, and Behavior dari American Psychological Association, fenomena ini juga mengukur berita buruk sebagai konsep berita negatif yang dinikmati.

Kata 'Doomscrolling' ini muncul di Twitter pada 2018 dan mendapatkan popularitas pada 2020 selama puncak pandemi COVID-19. Kata ini digunakan untuk berita terbaru, terutama berita yang tidak menyenangkan, sedih hingga suram.

Dari penelitian yang dilakukan, Doomscrolling adalah perilaku untuk menggulir sebuah berita negatif menjadi hal yang dinikmati. Bahkan, banyak orang yang mengorbankan waktu tidur atau jam kerja mereka dalam prosesnya menjadi Doomsrolling.

Istilah ini baru-baru ini mendapatkan daya tarik, terlebih ketika Los Angeles Times memasukkannya ke berita utama terkait 'pengguliran malapetaka' tentang bagaimana coronavirus telah membuat banyak kata-kata baru ke dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Tak Kenal Zaman, Suku-Suku Kanibal di Dunia Ini Tetap Eksis Menjalankan Tradisinya!

Menurut penelitian, ini khusus untuk situasi pengguna saat ini; dengan epidemi, kesulitan politik global, dan pembunuhan massal, orang dapat menjadi tertarik untuk menemukan berita buruk.

Studi ini menemukan bahwa pengguliran malapetaka terkait dengan rasa takut kehilangan dan koneksi terus-menerus ke internet melalui telepon pintar.

Tidak diketahui apakah pengguliran malapetaka menciptakan kecemasan. Dr. Nimesh Desai, Direktur, Institute of Human Behavior and Allied Sciences, Delhi mengatakan bahwa ini menjadi sebuah kecanduan perilaku.

“Ini menjadi kecanduan perilaku — tidak hanya berita positif yang memberi Anda dopamin tinggi, berita negatif juga melakukan hal serupa. Jadi itu menjadi aktivitas mandiri, di garis kecanduan bahan kimia apa pun. Bahkan voyeurisme itu membuat ketagihan,” ungkapnya.

Saat mengonsumsi lebih banyak informasi menjadi kecanduan, algoritma media sosial dapat menyajikan konten berdasarkan minat kita saat ini. Akibatnya, situasi menjadi tidak terkendali.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

8 Arti Ular Masuk Rumah Menurut Primbon Jawa

Senin, 15 April 2024 | 12:00 WIB
X