Terdapat tiga makam dengan nisan berwarna hitam di lokasi yang masih berada dalam wilayah Keraton Surakarta. Tepatnya di Jalan Mloyokusuman, Baluwarti, Surakarta, Jawa Tengah.
Salah satu dari tiga makam ini adalah makam seorang tokoh besar yang berkaitan erat dengan sejarah Kota Solo. Ia adalah Ki Gede Sala. Kata “Sala” sendiri dalam bahasa Indonesia dibaca “Solo”.
Sedangkan kedua makam lainya adalah makam dari teman seperguruan Ki Gede Sala yaitu Kyai Carang dan Nyai Sumedang.
Pada masa pemerintahan Pakubuwono II saat Kerajaan Mataram masih berpusat di Keraton Kartasura, terjadilah pemberontakan yang terkenal dengan sebutan Geger Pacinan.
Peristiwa itu terjadi antara tahun 1740-1742. Dari peristiwa itu pemberontakan itu, Raja Pakubuwono II pun harus meninggalkan singgasana dan mengungsi ke Magetan hingga menuju Ponorogo.
Kemudian Pakubuwono II mengirim utusan, untuk mencari lokasi yang akan dibangun keraton dan sebagai pusat pemerintahan.
Desa Sala, saat itu dikuasai oleh Ki Gede Sala bersama Kyai Carang dan Nyai Sumedang yang akhirnya terpilih untuk dijadikan keraton oleh Paku Buwono II. Desa ini dipilih karena lokasinya yang strategis dan berada di Sungai Bengawan solo.
Melalui utusannya Pakubuwana II membeli tanah Desa Sala yang ditempati Ki Gede Sala, kemudian pada 1745 dibangunlah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang juga disebut Keraton Solo. Nama “Solo” diambil dari nama Desa Sala.
Kini, makam Ki Gede Sala dirawat oleh Joko Saputro Adi yang sudah turun temurun menjadi juru kunci makam ini. Makam yang lokasinya bersanding dengan pemukiman warga ini ramai dikunjungi peziarah dari luar daerah bahkan dari Malaysia, Singapura, dan India.
Saat acara hari jadi Kota Solo, Wali Kota bersama hampir seluruh jajaran pejabat Pemkot Solo datang dan berziarah ke makam pendiri Kota Solo ini.
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.
