Herman Willem Daendels menjabat gubernur jenderal Hindia Belanda cuma tiga tahun. Tapi, dia terkenal dengan kekejamannya, salah satunya kerja paksa pembuatan Jalan Raya Pos dari Anyer hingga Panarukan, menghubungkan Jawa Barat ke Jawa Timur.
Namun, ternyata Daendels sebenarnya memberi upah untuk pekerja yang membuat jalan tersebut, meskipun memang tidak banyak.
Akun Twitter @mazzini_gsp mengungkap Daendels memberi lebih dari 30 ribu ringgit untuk pekerja, namun Bupati tak menyerahkan upah tersebut alias dikorupsi!
"Betul, bikin jalan Anyer-Panarukan itu yang kerja dibayar. Daendels kasih duit 30 ribu ringgit lebih untuk gaji dan konsumsi yang kerja juga mandor, udah dikasih ke Bupati, nah dari Bupati ke pekerja ini gak nyampe duitnya. Akhirnya kita taunya itu kerjaan gak dibayar (kerja paksa)," tulis @mazzini_gsp dikutip Indozone, Senin (8/2/2021).
Sejarawan Universitas Indonesia, Djoko Marihandono membenarkan hal tersebut.
“Untuk membangun jalan dari Cisarua, Bogor sampai Cirebon, Daendels menyediakan dana sebanyak 30.000 ringgit ditambah dengan uang kertas yang begitu besar,” kata Djoko, dikutip dari laman Historia.
Betul, bikin jalan Anyer-Panarukan itu yang kerja dibayar. Daendels kasih duit 30 ribu ringgit lebih untuk gaji dan konsumsi yg kerja juga mandor, udah dikasih ke Bupati, nah dari Bupati ke pekerja ini gak nyampe duitnya. Akhirnya kita taunya itu kerjaan gak dibayar (kerja paksa) https://t.co/3dj99Vn3Fw
— Mazzini (@mazzini_gsp) February 7, 2021
Ribuan tenaga kerja diberi upah karena medan yang harus ditempuh memang sangat berat, menembus bebatuan, gunung, dan hutan lebat. Belum diketahui pasti jumlah dana yang dikorupsi pejabat setempat kala itu.
“Sistem pembayarannya, pemerintah memberikan dana kepada para prefek (jabatan setingkat residen) lalu diberkan kepada para bupati. Ini buktinya ada. Sedangkan dari bupati ke para pekerja, tidak ada buktinya. Bisa jadi ada tapi belum saya temukan,” lanjut Djoko.
Upah untuk para pekerja ini banyak diselewengkan oleh petinggi yang berujung pada banyaknya jumlah korban jiwa.
Diduga, hingga 30 ribu orang meninggal selama pembuatan jalan raya tersebut. Namun, pada akhirnya kerja paksa diberlakukan setelah pemerintah kolonial kehabisan anggaran, dan meminta bantuan para penguasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur.