Kepala Ilmuwan WHO Ungkapkan Varian Delta Jadi Dominan Secara Global

- Minggu, 20 Juni 2021 | 14:49 WIB
Sebuah logo digambarkan di luar gedung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama pertemuan dewan eksekutif tentang pembaruan penyakit coronavirus (Covid-19), di Jenewa, Swiss, 6 April 2021. (photo/REUTERS/Denis Balibouse/File Photo)
Sebuah logo digambarkan di luar gedung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama pertemuan dewan eksekutif tentang pembaruan penyakit coronavirus (Covid-19), di Jenewa, Swiss, 6 April 2021. (photo/REUTERS/Denis Balibouse/File Photo)

Varian Delta dari COVID-19, yang pertama kali diidentifikasi di India, menjadikan varian penyakit yang dominan secara global. Ini diungkapkan oleh Kepala Ilmuwan dari Organisasi Kesehatan Dunia. 

Soumya Swaminathan juga menyuarakan kekecewaan terhadap kegagalan kandidat dari vaksin CureVac dalam uji coba penuhi standar kemanjuran WHO, khususnya karena varian yang sangat mudah menular meningkatkan kebutuhan akan suntikan baru yang efektif. 

Inggris sendiri telah melaporkan peningkatan tajam pada infeksi dengan varian Delta, sementara pejabat kesehatan masyarakat Jerman memperkirakan itu akan dengan cepat menjadi varian dominank di sana, meskipun tingkat vaksinasi yang meningkat. 

Kremlin menyalahkan lonjakan kasus COVID-19 pada keengganan untuk melakukan vaksinasi dan "nihilisme" usai rekor infeksi baru di Moskow, sebagian besar dengan varian Delta baru, mengipasi ketakutan akan gelombang ketiga.

"Varian Delta sedang dalam perjalanan untuk menjadi varian dominan secara global karena peningkatan transmisibilitasnya," kata Swaminathan dalam konferensi pers.

Varian COVID-19 yang dikutip oleh CureVac ketika perusahaan asal jerman pada minggu ini telah melaporkan bahwa vaksinnya hanya terbukti 47% efektif mencegah dalam penyakit, jauh dari patokan yang mencapai 50% WHO. Perusahaan pun mengatakan telah mendokumentasikan setidaknya 13 varian yang beredar dalam populasi penelitannya. 

“Hanya karena ini adalah vaksin mRNA yang lain, kami tidak dapat menganggap semua vaksin mRNA itu sama, karena masing-masing memiliki teknologi yang sedikit berbeda,” kata Swaminathan. 

Pejabat WHO juga mengatakan Afrika tetap menjadi area perhatian, meskipun hanya menyumbang 5% dari infeksi global baru dan 2 persen ekmatian. 

"Ini lintasan yang sangat, sangat memprihatinkan," kata Ryan. 

"Kenyataan brutal adalah bahwa di era berbagai varian, dengan peningkatan penularan, kami telah meninggalkan sebagian besar populasi, populasi rentan Afrika, tidak terlindungi oleh vaksin." tutupnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Fakta dan Mitos Tahun Kabisat yang Kamu Harus Tau

Rabu, 28 Februari 2024 | 12:25 WIB
X