Jalan Panjang Usaha Kampung Mutus Jadi Garda Depan Pelestarian Laut Raja Ampat

- Minggu, 3 April 2022 | 20:43 WIB
Kaum ibu Kampung Mutus, Distrik Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat menjemur produksi ikan asin, Sabtu (26/3/2022). (ANTARA/Andi Firdaus)
Kaum ibu Kampung Mutus, Distrik Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat menjemur produksi ikan asin, Sabtu (26/3/2022). (ANTARA/Andi Firdaus)

Duaar...!," suara ledakan bom menyeruak dari dalam laut, mengguncang permukaan air yang sedang bergerak tenang di salah satu kawasan Raja Ampat, Papua Barat.

Seketika, tak kurang dari 1 ton ikan mengambang dengan kondisi tubuh terluka oleh serpihan beling hingga besi.

Ledakan bom hingga radius 10 meter ke dasar laut, juga memorakporandakan ekosistem terumbu karang yang menjadi rumah bagi jutaan biota, termasuk hewan yang dilindungi, seperti penyu, hiu dan pari manta.

Siapa pun penduduk Kabupaten Raja Ampat yang terusik suara dentuman laut, seketika menuding jika aksi penangkapan ikan secara ilegal itu adalah ulah penghuni Kampung Mutus, Distrik Waigeo Barat.

Kampung berpenghuni sekitar 500 jiwa yang tergabung dalam 96 kepala keluarga itu memang sejak lama menyandang gelar sebagai pelaku pengebom laut.

"Pada 1997 hingga 1999, mayoritas penduduk Mutus dianggap perusak karang. Kami dulunya memang pelaku perusakan karang, termasuk saya," kata Yoram Sauyai (36), penduduk setempat, saat bertukar obrolan di Pulau Mutus seperti yang dikutip Antara, Sabtu (26/3/2022).

Bahan peledak yang digunakan umumnya pupuk amoniak (urea) dicampur solar dan black powder. Campuran itu dikeringkan dan dimasukkan ke dalam botol lalu diberi detonator bersumbu untuk dibakar. Ada pula jenis lain berupa bahan peledak yang dirakit berbahan mesiu.

Tokoh Adat Kampung Mutus Markus Dimara (73) menyebut perilaku itu dipengaruhi hasutan seorang pendatang dari Jakarta yang memulai usaha sebagai pengepul ikan di Kampung Mutus pada 1989 hingga 1994.

Pengusaha keturunan itu memasok bahan baku bom kepada nelayan setempat sebagai jaminan atas hasil tangkapan laut nelayan Mutus untuk diekspor ke Hong Kong. Secara diam-diam, bahan peledak didistribusikan ke seluruh rumah nelayan.

Ia menyebut aksi ilegal itu sebagai cara praktis mendulang ikan untuk membawa pulang uang hingga jutaan rupiah dalam sekali perjalanan melaut.

Lambat laun, aksi perusakan laut memicu perlawanan dari masyarakat hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM). Bahkan, tak sedikit penduduk dari pulau seberang yang merasa terusik, membalas dendam dengan mengebom perairan Kampung Mutus.

"Saat perbuatan kami ditentang, dia (pengepul ikan) ganti bahan baku bom dengan potasium yang didatangkan langsung dari Hong Kong. Saya penggunanya saat itu. Dulu kami tidak tahu bahwa bom dan potasium merusak karang," katanya.

Potasium merupakan zat kimia yang disebut Markus sebagai cairan penghancur logam. Ia mengemas potasium dalam botol plastik yang diberi corong pada ujung penutup lalu disemprot ke terumbu karang. Alhasil, ikan yang bersarang pun terkontaminasi dan mati perlahan lalu mengambang.

Aksi saling balas itu direspons oleh pemerintah daerah setempat dengan memaparkan hasil kajian terhadap kerusakan ekosistem laut. Seluruh pelaku kemudian dibina dan diberikan kemampuan untuk menangkap ikan secara benar.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

7 Tips Memilih Hotel untuk Liburan Bersama Keluarga

Minggu, 14 April 2024 | 13:10 WIB
X