Tenun Pagatan, Wisata Budaya Tradisional Asal Bugis

- Rabu, 3 Juli 2019 | 14:48 WIB
Antara/Bayu Pratama S
Antara/Bayu Pratama S

Jika Suku Bugis dari Sulawesi memiliki hasil produk budaya berupa Sarung Tenun Bugis, begitu juga dengan suku Bugis yang merantau ke daerah Kalimantan Selatan - atau yang lebih dikenal dengan istilah Bugis Pagatan. 

Sesuai namanya, masyarakat di sini punya hasil budaya yang juga berupa sarung tenun dan dikenal dengan nama Sarung Tenun Pagatan. Sarung ini mulai dikenal semenjak kedatangan para perantau dari Sulawesi ke Kalimantan Selatan pada kisaran abad ke-18.

Pepatah lama Bugis mengatakan, seorang perempuan belum lengkap jika ia belum bisa menenun dan mengajar perempuan lain untuk menenun.

Kearifan budaya ini masih terjaga di wilayah Pagatan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, ribuan kilometer dari tanah leluhur suku Bugis di Sulawesi Selatan.

Perempuan Bugis di Pagatan masih terampil menenun. Keberadaan tenun Pagatan menunjukkan kemauan kuat mereka untuk menjaga ketrampilan yang diturunkan oleh para leluhur serta menjaga identitas mereka sebagai suku Bugis.

Bayani dan Noorhayani adalah sedikit diantara perempuan Bugis di Desa Manurung, Kabupaten Tanah Bumbu yang masih mempertahankan budaya menenun ini.

Bahkan Bayani masih tetap bertahan menggunakan alat tenun tradisional "gedog" yang terbuat dari kayu, dan menolak untuk beralih menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM).

"Bisa dilihat hasilnya, jauh lebih halus menggunakan gedog dibandingkan dengan ATBM," kata perempuan berusia 60 tahun itu sambil menunjukkan hasil karyanya yang masih setengah jadi bermotif burung merak.

Butuh waktu 20 hari untuk menyelesaikan selembar kain tenun Pagatan berukuran 65 cm x 4 meter jika menggunakan alat tenun gedog. Itu pun, mereka hanya bisa mengaplikasikan dua warna saja.

Berbeda dengan ATBM, penenun hanya memerlukan waktu 1-2 hari saja untuk menyelesaikan selembar kain tenun berukuran 1x2 meter.

Seorang penenun lain Noorhayani (40) mengatakan, dia berusaha mempertahankan teknik menenun yang diajarkan nini (nenek) dan kai (kakek) sejak kecil.

"Saya mendapatkan ilmu menenun dari kakek. Saya belajar mendesain kain tenun dari nenek. Sejak kecil suka melihat nenek mendesain," katanya.

Selembar kain tenun Pagatan dijual dengan harga Rp200 ribu hingga Rp800 ribu tergantung motif dan bahannya. Harga kain yang dibuat dengan alat gedog lebih mahal dibandingkan dengan produksi ATBM.

Selain motif traditional seperti ombak, penenun juga membuat desain sesuai permintaan pemesan ataupun tren yang tengah berkembang. Pelanggan bisa memilih bahan untuk kain, seperti katun atau sutera.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

5 Rekomendasi Penginapan di Sumba Timur, NTT

Selasa, 23 April 2024 | 20:50 WIB

7 Tips Memilih Hotel untuk Liburan Bersama Keluarga

Minggu, 14 April 2024 | 13:10 WIB
X