Buruh Akan Demo karena UMP DKI Jakarta 2023, Pj Gubernur: Digugat Kenapa?

- Selasa, 29 November 2022 | 17:02 WIB
Prasetyo Edi Marsudi dan Heru Budi Hartono di hadapan awak media (Indozone/Febyora Dwi Rahmayani)
Prasetyo Edi Marsudi dan Heru Budi Hartono di hadapan awak media (Indozone/Febyora Dwi Rahmayani)

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mempertanyakan para buruh yang akan berdemo. Demo itu terjadi karena ketidakpuasan terhadap kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI sebesar 5,6 persen pada 2023.

Menurutnya, kenaikan UMP DKI telah sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.

"Digugat kenapa? Kan, udah penetapannya sesuai dengan pengarahan dari Kemenaker, Rp4.900.000," ujar Heru di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (29/11/2022).

-
Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, berjalan di hadapan awak media (INDOZONE/Febyora Dwi Rahmayani)

Baca Juga: Ini Alasan Buruh Menolak UMP Naik 5,6 Persen

Namun, Heru tetap mempersilahkan para buruh berdemo. Menurutnya, itu merupakan hak dari para buruh.

"Iya, engga apa-apa. Itu hak mereka," ungkap Heru.

Perlu diketahui, sebelumnya Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh, Said Iqbal, menolak kenaikan UMP DKI sebesar 5,6 persen. Alasannya adalah tidak cukup memenuhi kebutuhan buruh.

"Kenaikan UMP DKI 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di DKI," ujar Said, melalui keterangan tertulis, Selasa (29/11/2022).

Said pun merincikan kebutuhan para buruh yang mencapai Rp3.700.000 per bulan. Jika dikurangi UMP Rp4.900.000, hanya tersisa Rp1.200.000.

"Sebab, biaya sewa rumah sudah Rp900.000 ribu, transportasi dari rumah ke pabrik (pualng-pergi) dan pada hari libur bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran 900.000, kemudian makan di Warteg tiga kali sehari dengan anggaran sehari Rp40.000, menghabiskan 1,2 juta sebulan. Kemudian, biaya listrik Rp400.000, biaya komunikasi Rp300.000, sehingga totalnya Rp3.700.000," sambung Said.

Menurut Said, sisa uang Rp1.200.000 tidak memenuhi kebutuhan membeli pakaian, air minum, dan berbagai kebutuhan lainnya.

"Jika upah buruh DKI Rp4.900.000 juta, dikurangi Rp3.700.000 juta, hanya sisanya Rp1.200.000. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain? Jadi, dengan kenaikan 5,6 persen, buruh DKI tetap miskin," tambah Said.

Said mengatakan, kenaiakan UMP DKI membuktikan, bahwa Pj Gubernur DKI tidak peduli terhadap kaum buruh.

"Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh," tambah Said.

Halaman:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X