KPAI Sayangkan Keputusan Pemerintah Soal Sekolah Tatap Muka di Zona Kuning

- Sabtu, 8 Agustus 2020 | 12:36 WIB
Sejumlah murid kelas 1 duduk di ruang kelas di SD Negeri 1 Praja Taman Sari di Desa Wonuamonapa, Konawe, Sulawesi Tenggara. (ANTARA FOTO/Jojon)
Sejumlah murid kelas 1 duduk di ruang kelas di SD Negeri 1 Praja Taman Sari di Desa Wonuamonapa, Konawe, Sulawesi Tenggara. (ANTARA FOTO/Jojon)

Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru perihal diizinkannya sekolah dengan cara tatap muka khusus untuk sekolah yang berada di wilayah zona kuning Covid-19. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan kebijakan itu, sebab zona kuning corona tetap berisiko bagi siswa.

"KPAI menyayangkan keputusan pemerintah merevisi SKB 4 menteri dengan mengizinkan pembelajaran tatap muka pada zona kuning, padahal sangat berisiko bagi anak-anak," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti saat dihubungi Indozone, Sabtu (8/8/2020).

Retno menyebut jika dilihat dari data Gugus Tugas, total sekolah yang diizinkan bertatap muka mencapai 249 kota atau kabupaten atau sama saja dengan 43% jumlah siswa. Dia menilai kesehatan siswa jauh lebih penting di masa pandemi saat ini.

“KPAI memandang bahwa hak hidup dan hak sehat bagi anak-anak adalah yang lebih utama di masa pandemi saat ini. Apalagi dokter Yogi dari IDAI dalam rapat koordinasi dengan Kemdikbud beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa anak-anak yang terinfeksi Covid-19 ada yang mengalami kerusakan pada paru-parunya," beber Retno.

Dengan diperbolehkannya sekolah tatap muka, Retno menyebut siswa dapat berpotensi menularkan virus corona ke dalam rumah mereka masing-masing. Tentunya hal tersebut akan membuat semakin lamanya penanganan virus corona.

Lebih jauh Retno mengatakan pada ketentuan SKB 4 menteri terdahulu yang isinya pembukaan sekolah hanya diperkenankan di zona hijau harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu. Pembukaan sekolah di zona hijau saja menurutnya masih tidak terlalu aman untuk para siswa.

"Belajar dari pembukaan sekolah di zona hijau, seperti di Pariaman, ada satu guru dan satu operator sekolah yang terinfeksi Covid-19 padahal proses pembelajaran tatap muka sudah berlangsung satu minggu," kata Retno.

"Begitu juga Tegal yang zona hijau, ketika membuka sekolah ternyata ada satu siswa terinfeksi Covid-19 padahal ananda sudah  masuk sekolah selama dua minggu," sambungnya.

Retno juga mempertanyakan mengenai biaya tes Covid-19 untuk para siswa jika di sekolah siswa tersebut ada yang terinfeksi. Menurutnya, tes Covid wajib diberlakukan jika ada satu siswa yang terinfeksi virus corona.

"Kalau ada satu siswa terinfeksi, maka 30 siswa lain harus dites. Kalau belum terbukti terinfeksi Covid-19 maka biaya tes tidak ditanggung pemerintah pusat. Jadi, kalau pas buka sekolah dan ternyata ada kasus Covid-19 siapakah yang akan menanggung biaya tes untuk 30 anak atau guru di kluster tersebut?" pungkas Retno.

 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X