Indonesia Masuk Daftar Pemberi Stimulus Corona Terbesar di Asia

- Kamis, 9 April 2020 | 16:27 WIB
Ilustrasi stimulus dari pemerintah terkait virus corona (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah).
Ilustrasi stimulus dari pemerintah terkait virus corona (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah).

Pemerintah mengucurkan stimulus sebesar Rp405,1 triliun untuk menanggulangi dampak virus corona (Covid-19). Jumlah itu setara 2,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). 

Nilai stimulus yang dikucurkan pemerintah merupakan salah satu yang terbesar di Asia. Jumlah insentif fiskal pemerintah lebih besar dibandingkan Tiongkok (1,2 persen terhadap PDB), Korea Selatan (0,8 persen), ataupun India (0,5 persen), tetapi angka ini lebih kecil dibandingkan Thailand (3 persen), serta Malaysia (17 persen). 

Namun, menurut Center Of Reform On Economics (CORE) Indonesia, tambahan belanja negara itu bukan tidak mengandung risiko, diproyeksikan tidak bisa diimbangi dengan kenaikan penerimaan negara pada akhir tahun. 

"Pertumbuhan penerimaan negara akan jauh menurun dibandingkan tahun lalu, yang disebabkan dua faktor utama, yaitu faktor domestik dan internasional," ujar Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah Redjalam, dalam paparannya, Kamis (9/4/2020). 

Piter menjelaskan, dari luar negeri, harga sejumlah komoditas mengalami penurunan imbas dari melambatnya permintaan global termasuk minyak mentah yang anjlok di bawah USD25 per Barel.

Adapun karena melemahnya permintaan global, kondisi ini juga dipicu gagalnya kesepakatan negara-negara produsen, khususnya Arab Saudi dan Rusia memangkas produksi minyak.  

Adapun dari dalam negeri permintaan domestik melemah. Dampaknya aktivitas pada sektor-sektor penyumbang penerimaan negara melambat. 

"Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang sudah menunjukkan kontraksi sejak pertengahan tahun lalu pada Maret 2020, bahkan anjlok lebih dalam hingga ke level 45," ungkapnya.  

-
Warga antre untuk mendapatkan bantuan sembako di Kelurahan Pojok, Kota Kediri, Jawa Timur, Selasa (7/4/2020). (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani)

Menurut Piter, melambatnya sektor manufaktur itu akan berdampak pada penerimaan perpajakan. Sektor ini merupakan penyumbang sekitar 30 persen dari total penerimaan pajak. 

"Nah, kombinasi dari kedua faktor ini diprediksikan bakal menekan penerimaan negara sampai dengan akhir tahun nanti. CORE memprediksikan penerimaan perpajakan akan di kisaran  Rp1.452-Rp1.514 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan realisasi tahun lalu," jelasnya.  

"Kondisi ini kemudian akan mendorong pelebaran defisit anggaran yang diproyeksikan akan mencapai Rp852 triliun atau setara 5,07 persen terhadap PDB," sambungnya.  

Meski demikian, Indonesia tidak sendiri. Piter menyebut sejumlah negara lain juga diprediksi bakal mengalami kondisi serupa.

'Malaysia, misalnya dengan tambahan insentif sebesar 250 miliar ringgit. Defisit anggaran Malaysia akan berada dikisaran 4,5 persen terhadap PDB, lebih tinggi dibandingkan defisit tahun lalu yang mencapai 3,4 persen. Bahkan, Prancis berencana meningkatkan defisit anggarannya hingga 7 persen," pungkasnya. 

Artikel Menarik Lainnya:

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Polres Langkat Musnahkan Barbuk Ganja dan Sabu

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB
X