Sejarah G30S: Amerika Serikat Dalang Kenapa PKI dan Komunisme Dicap Buruk di Indonesia

- Senin, 28 September 2020 | 08:26 WIB
Kiri: Soeharto; Kanan: Lambang PKI. (Istimewa)
Kiri: Soeharto; Kanan: Lambang PKI. (Istimewa)

Jika ada propaganda paling berhasil dalam sejarah Republik Indonesia, itu adalah propaganda anti-PKI dan anti-komunisme yang diciptakan oleh Orde Baru pimpinan Soeharto.

Sampai sekarang, bahkan ketika sudah 22 tahun usia Soeharto lengser, mayoritas masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa PKI dan organisasi atau hal-hal yang bersangkutpaut dengannya, begitu jahat, kejam, biadab, dan tak bertuhan.

Padahal, PKI konon hanyalah sebuah partai politik (parpol), tak ubahnya parpol-parpol lain semacam PNI, Masyumi, Golkar, dan lainnya pada masa itu. Adapun komunisme, basis ideologi partai tersebut, juga hanyalah sebuah ideologi, tak ubahnya ideologi lain semacam kapitalisme, sosialisme, anarkhisme, humanisme, dan lain sebagainya.

Lantas, bagaimana bisa propaganda yang diusung Soeharto sedemikian berhasil sampai hari ini?

Wijaya Herlambang, dalam disertasi doktoralnya di Universitas Queensland, Australia, yang kemudian dibukukan dengan judul 'Kekerasan Budaya Pasca 1965' (Marjin Kiri, 2013), menuliskan bahwa--berdasarkan riset dan wawancara mendalam dengan sejumlah tokoh yang dilakukannya selama bertahun-tahun--Amerika Serikat berada di balik rekayasa sejarah yang diciptakan Soeharto.

Amerika, yang konon memusuhi ideologi komunisme dan sejenisnya (Marxisme, Leninisme, sosialisme), ikut berperan dalam memerangi komunisme di Indonesia.

"Amerika Serikat (AS) memberikan dukungan sepenuhnya atas upaya kekuatan politik dan kebudayaan pro-barat dalam gerakannya menghadang laju komunisme di Indonesia," tulis Herlambang dalam bukunya itu.

Selain bantuan militer dan ekonomi, Pemerintah AS juga menggelontorkan bantuan sangat besar untuk “memajukan” pendidikan dan kebudayaan di Indonesia melalui berbagai institusi filantropi dan kebudayaan untuk membentuk aliansi anti-komunis di Indonesia. 

"Dukungan ini, sejalan dengan kebijakan politik luar negeri AS. Di Indonesia pola penghancuran komunisme dilakukan dengan mendiskreditkan politik dan kebudayaan komunis," lanjut Herlambang.

Peran Pemerintah AS dalam memerangi komunisme di Indonesia dilakukan dengan menunggangi oposisi sayap kanan yang berseberangan dengan Soekarno, yang tak lain adalah Soeharto.

"Motivasi AS sangat jelas, yaitu: pertama, AS menyadari potensi kekayaan alam Indonesia yang besar –terutama minyak– harus dikuasai. Kedua, AS waspada terhadap perkembangan PKI yang pesat sejak 1950; pasca kekalahan pada 1948. Melalui Congress for Cultural Freedom (CCF) –sebuah lembaga berpusat di Paris– CIA bekerja dengan memberikan pengaruh terhadap individu yang memiliki posisi strategis di bidang politik dan kebudayaan. Misi utama CCF adalah melepaskan tautan para seniman dan intelektual dari komunisme," demikian Herlambang memaparkan.

Tak cuma melalui jalan militer dan politik, AS juga menyusup ke bidang kesenian dan kebudayaan. Sejumlah seniman dan budayawan dilibatkan untuk menghasilkan karya-karya yang membenarkan bahwa PKI ataupun komunis itu kejam, jahat, dan dan bertuhan. Sutradara film 'Pengkhianatan G30S/PKI' Arifin C Noor dan juga penulis novelnya Arswendo Atmowiloto, termasuk dua orang di antaranya.

Apa yang dibabarkan Herlambang itu diperkuat pula dengan sejumlah kesaksian orang-orang yang hidup pada masa Gerakan 30 September 1965, termasuk salah satu saksi kunci, yakni Dokter Liauw Yan Siang.

Dokter Yan Siang, dokter yang mengotopsi enam jenazah jenderal yang menurut sejarah versi Soeharto disebut disiksa, menyatakan bahwa sesuai hasil visum et repertum, enam jasad jenderal tersebut tidak mengalami penyiksaan.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X