Bulan Ramadan memang kurang afdal rasanya kalau tidak dilewatkan bersama keluarga. Tapi, apa daya bagi para perantau yang terpaksa tinggal jauh dari keluarga. Momen Ramadan justru punya tantangan tersendiri bagi anak rantau.
1. Bangun dan Makan Sahur Sendirian
Tantangan pertama ini memang berat banget ya. Boro-boro bisa semangat makan sahur kalau bangun sahur saja harus sendiri. Belum lagi seringnya kebablasan jam sahur karena nggak ada yang bangunin seperti di rumah. Bahkan, menyantap makanan sahur pun sendirian juga. Aduh, dilema pasti rasanya.
-
Biasanya, momen berbuka puasa adalah yang paling ditunggu karena bisa berkumpul dan mencicipi hidangan buka puasa atau takjil bersama-sama. Namun, bagi anak rantau hal itu cuma bisa dikhayalin. Tapi, ada juga yang memilih buka puasa bersama di masjid biar nggak terlalu sepi dan bisa menghemat pengeluaran juga.
-
Buat anak rantau, nggak ada makanan yang lebih nikmat dibandingkan makanan rumahan yang dibuat ibu sendiri. Makanya, nggak heran kalau masakan rumah selalu punya rasa khas yang nggak bisa ditemukan di tempat lain. Biasanya anak rantau berusaha membuat makanan ala rumah meskipun nggak mirip 100 persen.
-
Setelah menyantap menu berbuka dan salat maghrib, biasanya akan bersiap-siap pergi ke masjid untuk salat tarawih. Tapi, kalau nggak ada keluarga, rasanya kegiatan ini jadi dua kali lebih berat dilakukan.
-
Mudik singkatan dari 'mulik dilik' berasal dari bahasa Jawa Ngoko yang artinya pulang sebentar. Momen ini paling ditunggu buat para perantau karena akan segera bertemu dan melepaskan rindu dengan keluarga di kampung halaman. Wih, pasti rasanya pengen langsung sampai rumah.
-
