Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berencana akan mengimpor beras 1 juta ton. Hal itu disebabkan karena stok beras cadangan di Bulog yang menipis. Saat ini stok cadangan beras di Bulog hanya sekitar 800.000 ton. Sebanyak 275.000 ton dari stok tersebut merupakan beras hasil impor pada 2018 lalu.
Menanggapi rencana tersebut, anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengatakan, pemerintah perlu untuk membangun Badan Pangan Nasional untuk mengatur stok dan kebutuhan beras nasional agar tidak terjadi impor.
Herman menjelaskan, alasan perlu adanya Badan Pangan Nasional lantaran kewenangan Bulog saat ini tidak seperti dulu karena adanya pembatasan kewenangan. Sebelum reformasi, Bulog diberi kewenangan untuk mengatur kebutuhan pangan pokok. Sementara pasca reformasi, Bulog kini menjadi sebuah perum (perusahaan umum).
"Perum tidak punya anggaran dari APBN, sehingga peran Bulog tidak bisa diharapkan semuanya seperti dulu yaitu stabilitas harga, kini Bulog tidak mampu dalam skala besar," kata Herman dalam sebuah webinar bertema "Reformulasi Kebijakan Perberasan" pada Senin (22/3/2021).
Menurutnya, penting mengembalikan peran Bulog yang bertugas sebagai peyangga beras nasional dan menjamin harga di tingkat produsen dan konsumen sehingga nantinya Bulog mampu intervensi harga melalui inspeksi pasar.
"Kita inginkan peran Bulog dikembalikan seperti dulu, kami dorong karena kantor-kantor Bulog ada di pusat dan di wilayah-wilayah, seharusnya bisa. Bulog sebagai perum tetap diadakan jadi operator intervensi untuk menjamin ketersediaan pangan," katanya.
Selain mendorong peran dan kewenangan Bulog dikembalikan, Herman mengatakan dari segi kebijakan diperlukan Badan Pangan Nasional. Meski diakuinya untuk membangun badan ini tidak mudah. DPR, kata Herman, sudah melakukan pembahasan terkait badan ini berkali-kali namun selalu menemui jalan buntu.
"Rapat terbatas sudah berkali-kali dilakukan DPR dengan beberapa kementerian tetap sulit karena arah kementerian berbeda satu sama lain. Kami rapat dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian PAN RB, Kementerian Kelautan dan Perikanan tentang pentingnya lembaga pangan nasional ini," kata politikus Partai Demokrat ini.
Herman mengaku heran, sebab pemerintah dengan mudah membangun lembaga-lembaga baru, sementara untuk membuat lembaga pangan sulit.
"Kok bisa bikin badan-badan lain, tapi badan pangan tidak bisa didirikan," tuturnya.
Sementara itu, hal yang sama diungkapkan oleh ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri yang juga menyoroti kewenangan Bulog yang saat ini terbatas. Menurutnyam Bulog perlu mendapatkan dana dari APBN, sehingga mampu untuk membeli beras dari para petani.
"Bulog untuk stabilisasi pasar kasih dong dananya, kalau Bulog pinjam uang ya kalah dengan lainnya. Jangan banci perlakukan Bulog, dikasih tugas tapi tidak dikasih amunisi," katanya tegas.
