Banyak Masyarakat Lolos Mudik, Pemerintah Dianggap Gagal Lakukan Pencegahan

- Rabu, 27 Mei 2020 | 16:58 WIB
 Petugas kepolisian memeriksa kendaraan yang melintas di cek poin Lampiri, Kalimalang, Jakarta, Jumat (22/5/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)
Petugas kepolisian memeriksa kendaraan yang melintas di cek poin Lampiri, Kalimalang, Jakarta, Jumat (22/5/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)

Meski Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilakukan pemerintah, bahkan Permenhub 25 Tahun 2020 yang mengatur secara khusus soal pembatasan mobilisasi orang juga telah diterbitkan, namun tetap saja jumlah pemudik yang berhasil lolos keluar dari Jabodetabek jumlahnya sangat banyak.

Berdasarkan informasi dari Dinas Perhubungan Jawa Tengah, tercatat sebanyak 897.713 orang mudik telah memasuki Jawa Tengah.

"Dari sejumlah itu, mayoritas pemudik datang menggunakan moda angkutan jalan raya," ujar Pengamat transportasi yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, dalam diskusi virtual yang diselenggarakan MTI hari ini, Rabu (27/5/2020).

Djoko menyatakan, sejak tanggal 26 Maret 2020 hingga tanggal 23 Mei 2020, sebanyak 643.243 pemudik diperkirakan telah memasuki wilayah Provinsi Jawa Tengah. Dari total pemudik itu, tercatat sebanyak 406.920 orang atau 63% di antaranya menggunakan moda angkutan jalan.

Kemudian menyusul kereta api sebanyak 176.749 orang atau 28%, lalu pesawat udara 52.275 orang atau 8% dan kapal laut 7.299 orang atau 1%.

Menurut Djoko, petugas kepolisian sudah semaksimal mungkin melakukan penyekatan di jalan raya untuk mencegah warga yang mudik menggunakan kendaraan bermotor. Namun upaya warga untuk memaksa mudik tidak bisa dibendung, seperti lewat jalan tikus, tidak taat aturan dan tidak membawa surat keterangan sehat.

"Upaya pemerintah untuk mencegah warga Jabodetabek tidak melakukan mudik, mengalami kegagalan. Cukup ketat pengawasan di terminal bus, stasiun, pelabuhan penyeberangan dan bandara udara. Selain keterbatasan personel untuk melakukan pencegahan juga tingkat kesadaran masyarakat masih sangat rendah terhadap bahaya penyebaran virus vorona di masa pandemi ini," kata Djoko.

Djoko menyebut, mereka yang terpaksa mudik didominasi oleh kelompok masyarakat yang bekerja di sektor informal berpenghasilan harian. Tabungan yang semakin menipis, sementara tempat mata pencaharian belum menunjukkan aktivitas nyata memaksa mereka pulang kampung.

"Dampak mudik yang dipaksakan oleh sebagian warga yang kurang memahami kesehatan dirinya, keluarganya dan lingkungannya, bisa jadi potensi terjadi penyebaran virus corona ke daerah. Harapan kita bersama, semoga penyebaran virus corona tidak banyak beralih ke daerah," pungkasnya.

 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X