Jokowi Harus Perhatikan 2 Klaster Ini Jika Mau Reshuffle Menteri di Tengah Pandemi Corona

- Jumat, 3 Juli 2020 | 22:04 WIB
Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta. (ANTARA/Sigid Kurniawan)
Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta. (ANTARA/Sigid Kurniawan)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengultimatum para menterinya untuk kerja lebih keras di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Jika tidak, Presiden Jokowi pun tak segan untuk melakukan reshuffle alias perombakan kabinet.

Menurut Peneliti senior Institut Riset Indonesia (Insis), Dian Permata sebaiknya Presiden Jokowi melakukan reshuffle pada Oktober 2020. Hal itu bertepatan dengan 1 tahun pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin.

"Jika presiden ingin reshuffle kabinet ada baiknya menunggu Oktober 2020 saja. Ini sekaligus momentum 1 tahun pemerintahan Jokowi-Maruf. Ini sekaligus menunggu untuk evaluasi kinerja menteri di tengah pandemi Covid-19," kata Dian saat berbincang dengan Indozone, Jumat (3/7/2020).

Dian menyarankan, sebaiknya Presiden Jokowi memperhatikan 2 klaster sebelum melakukan reshuffle kabinet. Maksudnya, mengelompokan jajaran menterinya ke dalam 2 klaster, yakni klaster satu berisi pos-pos krusial yang menyedot energi pubik dan klaster dua pos-pos dianggap tak mencapai target. 

"Klaster satu, pos-pos krusial yang layak menyedot energi publik baik sebelum ataupun di tengah berlangsungnya Covid-19 dapat menggunakan instrumen menteri yang kerap bikin gaduh," ujarnya.

-
Presiden Jokowi pimpin ratas penanganan Covid-19 di Istana Merdeka, Jakarta.(ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

Menurut Dian, hal ini linear dengan kemauan Presiden Jokowi agar menteri jangan bikin gaduh. Dia mencontohkan beberapa pos kementerian yang dianggap bikin gaduh, seperti Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan, Menteri Agama, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Menko PMK). 

"Mereka bisa dianggap menteri-menteri yang kategori keselio lidah di depan publik," tegasnya.

Sedangkan menteri-menteri yang tidak mencapai target capaian kinerja di luar ekspektasi, maka ini sudah tentu ada di tangan Presiden Jokowi. 

"Dengan catatan mana menteri yang tidak linear dengan visi Jokowi hingga 2024, maka layak di-reshuffle. Ini klaster kedua," urai Dian. 

Dia berharap, jika memang Presiden Jokowi mau melakukan reshuffle, dapat memiliki dampak yang positif. Terutama membangkitkan keterpurukan ekonomi Indonesia di masa pandemi Covid-19. 

"Tentu saja, harapannya, reshuffle dapat menjadi energi baru agar kinerja dan dapat merangsang ekonomi," pungkas Dian.

Artikel Menarik Lainnya:

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X