Kasus kekerasan seksual di lingkungan pesantren tengah menjadi sorotan publik belakangan ini. Hal itu bermula dari pimpinan salah satu yayasan pesantren di Kota Bandung, Herry Wirawan yang diduga telah mencabuli sebanyak 21 santri.
Diketahui, aksi pencabulan itu telah dilakukan terduga pelaku Herry Wirawan sejak 2016. Bahkan, beberapa santri yang menjadi korban pencabulan itu sampai melahirkan.
Herry Wirawan telah menjalani proses kursi pesakitan di Pengadilan Kelas 1A Khusus Bandung sejak 11 November 2021. Sidang selanjutnya dijadwalkan digelar pada 21 Desember 2021 mendatang.
Ini bukan kasus kekerasan seksual pertama yang terjadi di lingkungan pesantren. Sebelumnya dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa kasus pencabulan di pesantren yang sempat mendapat perhatian publik. Apa saja?
1. Lhokseumawe, Aceh
Pimpinan salah satu yayasan pesantren berinisial AI (45) dan guru berinisial MY (26) di Lhokseumawe, Aceh diduga melecehkan sebanyak 15 santrinya secara seksual.
Mayoritas santri yang menjadi korban pelecehan itu adalah anak di bawah umur yakni berusia 13-14 tahun.
Dalam penyelidikan polisi, pelecehan seksual itu telah terjadi sejak September 2018 dan terus berlanjut hingga 2019.
2. Jombang, Jawa Timur
Sebanyak 15 santri mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh pimpinan yayasan pesantren di Jombang, Jawa Timur berinisial S (50).
Pelecehan seksual ini terungkap pada Februari 2020 dan terjadi dalam dua tahun terakhir.
Akibat perbuatannya, S dijatuhkan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp4 miliar oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jombang.
3. Ogan Ilir, Sumatera Selatan
Sebanyak 26 santri laki-laki menjadi korban pelecehan seksual oleh dua pengasuh pondok pesantren di Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Dalam pemeriksaan kepolisian, dua pelaku mengaku telah melakukan perbuatan itu sejak Juni 2020 hingga Agustus 2021.
Para santri yang menjadi korban pelecehan seksual itu diiming-iming uang puluhan ribu rupiah oleh kedua pelaku.
4. Trenggalek, Jawa Timur
Puluhan santri perempuan menjadi korban pelecehan seksual oleh guru berinisial SMT di pondok pesantren di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.