Beda Pendapat Ketua MPR dan Menkopolhukam soal Pemulangan WNI Eks ISIS

- Kamis, 6 Februari 2020 | 10:40 WIB
Kiri: Ketua MPR Bambang Soesatyo (ANTARA/Fransiska Ninditya) / Kanan: Menkopolhukam Mahfud MD (ANTARA/Rivan Awal Lingga)
Kiri: Ketua MPR Bambang Soesatyo (ANTARA/Fransiska Ninditya) / Kanan: Menkopolhukam Mahfud MD (ANTARA/Rivan Awal Lingga)

Rencana pemulangan 600 Warga Negara Indonesia (WNI) mantan anggota Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) ke Indonesia menuai pro dan kontra. Tak hanya di kalangan masyarakat, di lingkungan pemerintah pun ada perbedaan pendapat soal rencana pemulangan WNI tersebut.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan bahwa dirinya setuju dengan langkah pemulangan WNI mantan anggota ISIS. Menurut Bambang, bagaimana pun mereka adalah tanggung jawab negara.

"MPR RI mendorong itu karena tanggung jawab dimana pun mereka berada adalah tanggung jawab negara. Sejauh penanganannya sesuai rambu-rambu keamanan negara dan ancaman radikalisme, merangkul mereka adalah suatu keputusan yang bijaksana, kalau perlu didukung," kata Bambang Soesatyo.

-
Tentara Irak mengibarkan bendera Isis yang ditangkap di sebuah desa dekat Mosul pada 2016. (AP/Hadi Mizban)

Ia juga menilai harus ada program khusus terkait rencana pemulangan WNI mantan anggota ISIS tersebut. Pemerintah harus membuat program khusus untuk penanaman kembali nilai-nilai kebangsaan.

Bambang mengatakan, rencana pemulangan WNI tersebut harus direncanakan dengan matang tahap demi tahap. Bambang juga menyinggung soal tugas negara yang seharunya tidak membiarkan warganya yang 'luntang-lantung' di luar negeri.

Namun, Menkopolhukam Mahfud MD memiliki pendapat yang berbeda soal pemulangan WNI mantan anggota ISIS tersebut.

Mahfud justru menolak rencana pemulangan itu karena dinilai berbahaya. Apalagi, ratusan WNI tersebut pergi secara ilegal dari Indonesia.

-
Menkopolhukam Mahfud MD (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

"Kalau ditanya ke Mahfud tentu beda. Kalau Mahfud setuju untuk tidak dipulangkan karena bahaya bagi negara dan itu secara hukum paspornya bisa saja sudah dicabut, ketika dia pergi secara ilegal ke sana. Kita juga tidak tahu kan mereka punya paspor asli atau tidak," ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, belum ada negara-negara memulangkan warganya yang merupakan mantan anggota ISIS. Ia khawatir pemulangan WNI tersebut justru membuat masalah baru di Indonesia.

"Kalau asli pun bila pergi dengan cara seperti itu, tanpa izin yang jelas dari negara, mungkin paspornya bisa dicabut. Itu artinya dia tidak punya status warga negara dan dari banyak negara yang punya (warga bekas anggota ISIS) belum ada satupun yang menyatakan akan dipulangkan. Ada yang selektif, kalau ada anak anak yatim akan dipulangkan, tapi pada umumnya tidak ada yang mau memulangkan teroris ya," jelasnya.

Namun, Mahfud mengaku sampai hari ini Pemerintah belum memutuskan apakah 660 WNI yang terlibat "foreign teroris fighter" atau teroris pelintas batas akan dipulangkan atau tidak.

"Belum diputuskan karena ada manfaat dan mudharotnya masing-masing. Mulai dari mudharotnya kalau dipulangkan itu nanti bisa menjadi masalah di sini, bisa menjadi virus baru di sini karena jelas jelas dia pergi ke sana untuk menjadi teroris, kalau ke sini kan harus dideradikalisasi dulu," ungkap Mahfud.

Presiden Jokowi secara pribadi juga menolak menerima WNI bekas ISIS kembali ke Indonesia.

-
Presiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

"Ya kalau bertanya kepada saya, ini belum ratas ya. Kalau bertanya kepada saya, saya akan bilang tidak. Tapi, masih dirataskan. Kita ini pasti kan harus semuanya lewat perhitungan, kalkulasi, plus minusnya, semua dihitung secara detail dan keputusan itu pasti kita ambil dalam ratas setelah mendengarkan dari kementerian-kementerian dalam menyampaikan hitungan," kata Presiden.

Halaman:

Editor: Zega

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X