Penangkapan Ruslan Buton Karena Kritik Jokowi Tak Ada Dasar Hukumnya, IPW: Polisi Parno

- Minggu, 31 Mei 2020 | 13:23 WIB
Ruslan Buton, eks Panglima Serdadu Trimatra Nusantara. (Foto: Istimewa)
Ruslan Buton, eks Panglima Serdadu Trimatra Nusantara. (Foto: Istimewa)

Penangkapan eks Panglima Serdadu Trimatra Nusantara Ruslan Buton oleh Bareskrim Polri mendapat kritik dari Ketua Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane. Menurut Neta, penangkapan Ruslan terlalu berlebihan dan menunjukkan paranoia polisi. 

"Mabes Polri harus segera membebaskan Ruslan Buton. Sebab apa yang dituduhkan Polri kepada Ruslan tidak mempunyai dasar hukum yang jelas dan hanya menunjukkan sikap parno jajaran kepolisian yang tidak promoter," ujar Neta dalam keterangan pers yang diterima Indozone.id, Minggu (31/5/2020).

Menurut Neta, Ruslan tak seharusnya ditangkap karena dia hanya menyampaikan aspirasi sebagai seorang rakyat yang dijamin oleh UUD 1945. Ruslan, kata dia, boleh saja ditangkap, tapi kemudian harus dilepaskan.

Ruslan ditangkap di rumahnya di Kecamatan Wabula, Buton, Sultra Kamis (28/5). Penangkapan ini dilakukan setelah Ruslan meminta Presiden Jokowi mundur lewat video yang viral di media sosial pada 18 Mei 2020. 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kendariinfo (@kendariinfo) on

Dalam video itu Ruslan menilai tata kelola berbangsa dan bernegara di tengah pandemi corona sulit diterima oleh akal sehat. Ruslan mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurutnya, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah Jokowi mundur dari jabatannya sebagai presiden. Bila tidak, bukan mustahil akan terjadi gelombang gerakan revolusi rakyat.

Akibat pernyataannya itu, Ruslan dijerat pasal berlapis. Selain pasal tentang keonaran, dia dijerat UU ITE Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP.  Sehingga dia dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.

"Tindakan Ruslan belum dapat dikualifikasikan sebagai sebuah tindak pidana, apalagi membuat kehonaran. Begitu juga mengenai pasal informasi bohong yang disangkakan polisi terhadap Ruslan, menjadi pertanyaan, dimana bohongnya? Apakah dengan pernyataan Ruslan itu, Jokowi bisa serta merta berhenti jadi presiden? Tentunya tidak," lanjut Neta.

Pemberhentian Presiden diatur UUD 1945 dengan memenuhi lima persyaratan, yakni pertama jika terlibat korupsi. Kedua, terlibat penyuapan. Ketiga, pengkhianatan terhadap negara. Keempat, melakukan kejahatan dengan ancaman lebih dari lima tahun. Kelima. kalau terjadi keadaan di mana tidak memenuhi syarat lagi. 

"Di luar itu, membuat kebijakan apapun, Jokowi tidak bisa diberhentikan di tengah jalan, apalagi hanya membuat kebijakan mengatasi Covid-19," kata Neta. 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X