RUU Cipta Kerja Klaster Migas Bermasalah, Bahaya bagi Negara

- Jumat, 15 Mei 2020 | 15:07 WIB
Ilustrasi.(freepik)
Ilustrasi.(freepik)

Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, khususnya pada klaster energi minyak dan gas bumi (migas) bermasalah. Pemerintah dan DPR diminta untuk mengkaji ulang aturan tersebut, sebab substansi yang terdapat pada aturan tersebut berpotensi mendegradasi eksistensi kedaulatan negara terhadap pengelolaan sumber daya migas nasional. 

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (Iress), Marwan Batubara menjelaskan, sebagaana tercantum pada pasal 41A Ayat (2) RUU Cipta Kerja yang memberikan kewenangan bagi pemerintah pusat untuk membentuk atau menugaskan BUMN Khusus sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu migas. Menurutnya, jika nantinya RUU tersebut disahkan dan kemudian pemerintah membentuk BUMN Khusus, maka hal itu bisa dilihat sebagai bentuk inkonsistensi dalam mendukung peran BUMN migas eksisting, PT Pertamina (Persero). 

Marwan menilai, pengelolaan migas akan semakin kacau apabila RUU Cipta Kerja klaster energi migas tersebut diberlakukan. Sebab ada peluang bagi pemerintah untuk meniadakan peran Pertamina, untuk lebih jauh mengelola sumber daya alam khususnya sektor energi. Padahal Pertamina sudah sangat terbukti mampu mengelola migas dari hulu hingga hilir. 

Oleh sebab itu, Marwan menilai tidak perlu pemerintah membentuk BUMN Khusus sektor migas untuk mengurusi dan mengelola energi nasional. Pemerintah hanya perlu meningkatkan status Pertamina sebagai BUMN Khusus yang memang dimandagkan untuk menjadi single operator dalam pengelolaannya. 

-
Ilustrasi.(freepik)

“Sejauh ini pemerintah sebenarnya sudah melangkah cukup baik dengan membentuk holding migas di bawah kendali Pertamina. Karena itu, akan lebih relevan dan optimal jika holding tersebut disempurnakan dengan mengintegrasikan satu BUMN baru (yang mungkin nanti dibentuk) ke dalam holding migas, sehingga Pertamina tetap menjadi leading company,” ujar Marwan dalam diskusi migas virtual hari ini, Jumat (15/5/2020). 

Marwan menambahkan, didalam konstitusi, BUMN dirancang memiliki dan mengelola aset SDA migas agar dapat dimonetisasi dan digunakan untuk berbagai aksi korporasi. Monetisasi SDA migas oleh BUMN khususnya bagi Pertamina melalui pemberian hak kustodian dapat menjadi leverage bagi Pertamina untuk berkembang lebih besar dalam meningkatkan pendapatan serta keuntungannya. 

Dengan menjadi kustodian, Pertamina dapat membukukan pendapatan bagian Pemerintah dari first trench petroleum (FTP) dan equity to split (ETS) sebagai bagian dari penerimaan. 

“Dengan berbagai manfaat itu, maka sejumlah ketentuan terkait aspek penguasaan negara melalui holding BUMN Migas (terhadap Pertamina) dan kustodian aset migas oleh holding BUMN harus masuk dan ditetapkan dalam RUU Cipta Kerja,” pungkasnya.

-
Ilustrasi.(freepik)

Senada dengan Marwan, Guru Besar Universitas Hassanudin Makasar, Juajir Sumardi, mengatakan apabila pasal 41A Ayat (2) RUU Cipta Kerja itu disahkan, hal itu berarti memberikan ruang bagi SKK Migas untuk tetap menjadi badan atau lembaga yang berwenang dalam kegiatan usaha hulu migas. Padahal SKK Migas merupakan wakil pemerintah yang harusnya levelnya sebagai regulator. SKK Migas bukan badan usaha, sehingga ketika nantinya terjadi kontrak yang gagal dalam hal pengelolaan migas, maka berpotensi akan merugikan negara lantaran SKK Migas operasionalnya menggunakan dana APBN. 

Oleh sebab itu sudah semestinya ketika ada kontrak pengelolaan migas harusnya badan usaha yang menjadi eksekutornya yaitu PT Pertamina (Persero). 

Menurutnya, pembentukan BUMN Khusus migas akan sangat tidak efektif dan tidak efisien. Sebab dalam pembentukan BUMN Khusus migas, butuh effort dan dana yang tidak sedikit. Untuk menghindari itu, maka jauh lebih efektif jika status Pertamina dinaikkan agar eksekusi atas kontrak-kontrak migas bisa lebih cepat dan efisien. 

“Agar pemerintah tidak melanggar konstitusi dan bisa melaksanakannya dengan baik maka langsung saja tingkatkan status Pertamina yang sifatnya umum menjadi BUMN Khusus. Jadi adanya RUU Omni Bus Law Cipta Kerja ini harus hati - hati, sebab kalau diberlakukan tanpa ada revisi, maka SKK Migas bisa tetap melanjutkan kontrak di bidang minyak bumi padahal dia itu adalah wakil pemerintah bukan badan usaha,” pungkasnya


Artikel Menarik Lainnya:

 

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X