Badan Intelijen Negara (BIN) kini tidak berada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Hal itu pun sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kementerian Kordinator Polhukam.
Mengenai hal tersebut, pengamat intelijen dan militer Susaningtyas Kertapati menilai bahwa keputusan untuk membuat BIN berada langsung di bawah presiden sudah tepat. Ia berharap ketetapan itu memangkas tumpang tindih birokrasi.
“Hal ini sudah seharusnya begitu karena kinerja intelijen BIN adalah untuk memberi pasokan masukan dan data hanya kepada Single Client yaitu dalam hal ini presiden,” ucap Nuning, sapaan akrabnya kepada Indozone, Senin (20/7/2020).
“Dengan adanya di bawah presiden langsung diharapkan dapat menyudahi ketumpang tindihan birokrasi. Presiden sebagai End User dapat menerima informasi dari tangan pertama yaitu Kepala BIN,” tambahnya.
Dengan adanya penyederhanaan birokrasi tersebut, Nuning mengatakan bahwa hal itu diharapkan juga bisa membuat kinerja dari BIN bisa semakin efisien dan aktual dalam setiap proses penyampaian informasi intelijennya.
“Presiden sebagai Kepala Negara tentu butuh percepatan proses pengambilan keputusan dalam hadapi ancaman negara oleh karenanya Perpres ini efektif jika diterapkan. Tentu saja Perpres ini tidak melanggar Undang-Undang Intelijen Negara tahun 2011,” terang Nuning.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa BIN berada langsung di bawah presiden dikarenakan produk intelijen negara lebih langsung dibutuhkan presiden.
"BIN langsung berada di bawah presiden karena produk intelijen negara lebih langsung dibutuhkan oleh presiden. Tapi setiap Kemenko bisa meminta info intelijen kepada BIN," ungkap Mahfud dalam akun Twitter pribadinya.
