Beda MUI dan Pengadilan Soal Lucinta Luna

- Kamis, 13 Februari 2020 | 14:02 WIB
Polisi menghadirkan artis Lucinta Luna (baju hijau) pada rilis kasus narkoba di Polres Metro Jakarta Barat, Rabu (12/2/2020). (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
Polisi menghadirkan artis Lucinta Luna (baju hijau) pada rilis kasus narkoba di Polres Metro Jakarta Barat, Rabu (12/2/2020). (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Penangkapan artis Lucinta Luna terkait Narkoba oleh aparat Kepolisian, menjadi perhatian masyarakat. Salah satu yang menjadi sorotan adalah masalah jenis kelamin Lucinta Luna.

Untuk diketahui, Polisi berpegangan pada hasil putusan sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dikeluarkan pada Desember 2019 lalu. 

Tiga poin utama putusan tersebut adalah, pertama, menerima permohonan pemohon untuk perubahan jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan. Kedua, perubahan nama dari Muhammad Fattah menjadi Ayluna Putri. Ketiga, meminta Dinas Kependudukan untuk mengubah jenis kelamin, termasuk akte kelahiran. 

"Hasil putusan ini yang sah dan yang kita ikuti. Statusnya yang bersangkutan (Lucinta Luna) perempuan sah secara hukum," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, Kamis (13/2/2020).

Terkait hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali mengingatkan, adanya fatwa terkait pergantian jenis kelamin yang dikeluarkan pada 20 Juli 2010 silam.

"Komisi Fatwa MUI menyampaikan fatwa terkait yang ditetapkan Juli 2010," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam dalam keterangannya, Rabu (12/2/2020).

Fatwa tentang Penggantian dan Penyempurnaan Jenis Kelamin itu secara hukum menerangkan sebagai berikut;

A. Pergantian Alat Kelamin

1. Mengubah alat kelamin dari pria menjadi wanita atau sebaliknya yang dilakukan dengan sengaja, misal dengan operasi kelamin, hukumnya haram.

2. Membantu melakukan ganti kelamin sebagaimana poin 1 hukumnya haram.

3. Penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi pergantian alat kelamin sebagaimana poin 1 tidak dibolehkan dan tidak memiliki implikasi hukum syar’i terkait pergantian tersebut.

4 . Kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi ganti kelamin sebagaimana poin 1 adalah sama dengan jenis kelamin semula seperti belum dilakukan operasi ganti kelamin, mesti telah memperoleh penetapan pengadilan.

B. Penyempurnaan Alat Kelamin

1 . Menyempurnakan alat kelamin bagi seorang khantsa yang fungsi alat kelamin laki-lakinya lebih dominan atau sebaliknya, melalui proses operasi penyempurnaan alat kelamin, maka hukumnya diperbolehkan.

2. Membantu melaksanakan penyempurnaan alat kelamin seperti dimaksud poin 1, diperbolehkan.

3 . Pelaksanaan operasi penyempurnaan seperti dimaksud poin 1 itu harus berdasarkan atas pertimbangan medis bukan hanya pertimbangan psikis semata.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X