Mengapa Masamba dan Luwu Utara Diterjang Banjir Bandang? Ini Kata Pakar

- Jumat, 17 Juli 2020 | 14:51 WIB
Foto udara kondisi perkampungan tertimbun lumpur akibat terjangan banjir bandang di Desa Radda, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Rabu (15/7/2020). (ANTARA/Moullies)
Foto udara kondisi perkampungan tertimbun lumpur akibat terjangan banjir bandang di Desa Radda, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Rabu (15/7/2020). (ANTARA/Moullies)

Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin (Unhas) telah melakukan kajian tentang daerah Masamba dan sekitarnya di Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel) pasca bencana banjir bandang, pada Rabu 15 Juli 2020.

Para pakar dari Pusat Studi Kebencanaan Unhas menyimpulkan daerah yang berpotensi bencana itu, akibat pembentukannya dari erosi dan sedimentasi sekitar ribuan tahun.

Kepala Pusat Studi Kebencanaan Unhas dan Pakar Petrologi dan Geologi Prof Adi Maulana menjelaskan potensi bencana banjir bandang di seluruh daerah di Sulsel sejak 2019 sudah ditunjukkan pada Journal of Physic. Salah satu daerah yang berpotensi banjir dengan tingkat risiko tinggi adalah daerah Luwu Utara, khususnya daerah Masamba dan sekitarnya.

Menurut dia, daerah Masamba dan sekitarnya merupakan daerah pedataran yang sangat luas, terbentuk dari proses erosi dan sedimentasi selama ribuan, bahkan jutaan tahun. 

Dia menerangkan, menempati luas areal sekitar 50 km x 30 km, pedataran ini disusun oleh material alluvial, dengan sumber dari batuan berupa material-material yang berasal dari pegunungan di bagian utara, timur dan baratnya.

-
Foto udara kondisi perkampungan tertimbun lumpur akibat terjangan banjir bandang di Desa Radda, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Rabu (15/7/2020). (ANTARA/Moullies)

Sedangkan di bagian utara dan baratnya, sambung Adi, terdapat pegunungan yang disusun oleh Formasi Kambuno, berupa batuan dengan komposisi granitik sampai dengan dioritik, sementara pada bagian timurnya disusun oleh pegunungan dengan komposisi batuan metamorfik dari Kompleks Pompangeo.

Prof Adi mengatakan, kondisi morfologi daerah ini bagaikan cekungan kecil yang diapit oleh pegunungan di bagian utara, timur dan barat, dan dibatasi oleh Teluk Bone di bagian selatannya.

Ditambakahkan, Prof Adi, terdapat setidaknya 3 sungai besar dan beberapa sungai kecil yang mengalir memotong daerah pedataran luas ini dari utara ke selatan. Sungai-sungai ini terbentuk akibat patahan-patahan atau sesar sekitar Pliosen atau 2 juta tahun yang lalu.

Patahan-patahan ini, lanjut dia, terjadi akibat proses tektonik pembentukan Pulau Sulawesi. Sejalan dengan waktu, patahan-patahan tersebut membentuk aliran sungai.

Sedangkan, pada daerah hulu, proses pelapukan sangat intens terjadi, dibuktikan dengan tebalnya soil atau tanah tutupan yang mencapai 5-7 meter.

"Hasil penelitian yang dilakukan oleh Unhas menemukan ketebalan soil bisa mencapai 8 meter di titik tertentu. Banyaknya aktivitas pembukaan lahan-lahan untuk perkebunan dan permukiman yang tidak terkontrol di wilayah pegunungan atau hulu sungai menyebabkan terjadi proses erosi yang sangat signifikan," urai Prof Adi seperti dikutip Antara, Jumat (17/7/2020).

-
Foto udara kondisi perkampungan tertimbun lumpur akibat terjangan banjir bandang di Desa Radda, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Rabu (15/7/2020). (ANTARA/Moullies)

Hal ini mengakibatkan terjadinya proses sedimentasi pada sungai yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan sungai secara umum terganggu. Kemudian, pembukaan lahan menyebabkan tanah menjadi rentan terhadap erosi permukaan, dan menyebabkan berkurangnya vegetasi. 

Tanah di bagian hulu akibatnya menjadi jenuh dan tidak mampu lagi untuk menyerap air hujan dengan baik (presipitasi menjadi semakin berkurang).

Prof Adi membeberkan, terbukanya lahan juga menyebabkan proses erosi semakin tinggi dan menghasilkan tumpukan material sedimen yang semakin besar mengisi saluran sungai dan terendapkan pada dasar sungai, menjadikan kapasitas atau volume sungai menjadi berkurang atau terjadi pendangkalan.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X