Dalih Terbaru Pemerintah Terkait Kedatangan 500 TKA asal Tiongkok ke Indonesia

- Jumat, 29 Mei 2020 | 11:00 WIB
Ilustrasi: Sejumlah pekerja asing asal Tiongkok berbaris saat didata oleh Direktorat Reskrim Umum (Ditreskrimum) Polda Kalbar, di kawasan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jungkat, Pontianak, Kalbar, Selasa (19/3/2013). (ANTARA FO
Ilustrasi: Sejumlah pekerja asing asal Tiongkok berbaris saat didata oleh Direktorat Reskrim Umum (Ditreskrimum) Polda Kalbar, di kawasan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jungkat, Pontianak, Kalbar, Selasa (19/3/2013). (ANTARA FO

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengatakan kedatangan 500 TKA asal Tiongkok pada bulan Juni atau Juli mendatang, bertujuan mempercepat pembangunan smelter dengan teknologi RKEF dari Tiongkok.

Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi  membantah bahwa kehadiran 500 TKA tersebut menggeser pekerja Indonesia.

Teknologi RKEF diklaim bisa membangun secara ekonomis, cepat, dan memiliki standar lingkungan yang baik. Teknologi itu juga menghasilkan produk hilirisasi nikel yang bisa bersaing di pasar internasional.

"Kenapa butuh TKA dimaksud? Karena mereka bagian dari tim konstruksi yang akan mempercepat pembangunan smelter dimaksud. Setelah smelter tersebut jadi, maka TKA tersebut akan kembali ke negara masing-masing. Pada saat operasi, mayoritas tenaga kerja berasal dari lokal," ungkap Jodi.

Dia mencontohkan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah yang saat ini sudah beroperasi penuh. Mayoritas pekerjanya adalah orang Indonesia sebanyak 39.500 tenaga kerja lokal dan 5.500 TKA.

"Jadi jumlah TKA kira-kira 12 persen dari total pekerja, saya yakin jika proses pembangunan smelter yang baru sudah selesai jumlahnya pun akan turun," kata Jodi.

Contoh lainnya adalah di Weda Bay yang masih dalam fase kontruksi, jumlah pekerja lokal adalah 7.700 dengan jumlah TKA sebanyak 1.200.

Ada juga proyek Kawasan industri Virtue Dragon di Konawe, Sulawesi Tenggara yang sempat menuai kritikan. Pembagian jumlah pekerjanya kini adalah 11.084 tenaga kerja Indonesia dan 706 TKA Tiongkok.

"Jadi kalau nambah 500 TKA untuk mempercepat progres konstruksi agar cepat beroperasi sehingga tenaga kerja lokal bisa lebih banyak diserap, apakah hal itu suatu yang salah?

"Jadi TKA yang datang ini bukan malah mengambil pekerjaan dari tenaga kerja lokal, tapi justru untuk mempercepat penyerapan tenaga kerja lokal, karena ketika sudah mulai beroperasi, tenaga kerja lokal akan mayoritas," paparnya.

Jodi menegaskan bahwa penciptaan lapangan kerja merupakan prioritas dari pemerintah. Dia berharap ini tidak dibalik dengan informasi yang menyesatkan.

Saat ini, pemerintah konsisten menjalankan Undang-Undang Minerba yang melarang ekspor mineral mentah yang dikeluarkan oleh pemerintah sebelumnya.

"Pemerintah sekarang yang mengeksekusi. Hasilnya, selain penyerapan tenaga kerja lokal seperti yang sudah saya jelaskan, adalah devisa ekspor. Pada 2014, ekspor besi baja sebagai produk hilirisasi nikel ini hanya 1,1 miliar dolar AS, di 2019 angkanya melonjak menjadi 7,2 miliar dolar AS," katanya.

Nikel menjadi salah satu bahan baku untuk menambah pemasukan ekonomi karena Indonesia memiliki cadangan nikel paling besar di dunia, dan mineral tersebut juga digunakan secara luas di industri. Persiapan sumber daya manusia pun dilakukan sejak dini.

Halaman:

Editor: Zega

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X