4 Pembelaan Stafsus Menaker Soal Upah Mininum Terlalu Tinggi: Hari Libur Terlalu Banyak

- Minggu, 21 November 2021 | 22:31 WIB
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah (Foto: Antara/HO)
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah (Foto: Antara/HO)

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah baru-baru ini menyebut bahwa upah mininum bagi pekerja di Indonesia terlalu tinggi. Ia juga bilang kalau hal itu bahkan membuat sejumlah pengusaha tidak sanggup untuk memenuhinya.

"Kondisi upah minimum yang terlalu tinggi menyebabkan sebagian besar pengusaha tidak mampu menjangkaunya dan akan berdampak negatif terhadap implementasinya di lapangan," ujar Ida dalam konferensi pers yang disampaikan secara virtual,  Selasa (16/11/2021).

Tak ayal, pernyataannya itu membuat gaduh dan dipersepsikan sebagai bentuk pernyataan yang tidak simpatik pada nasib kaum pekerja.

Belakangan, setelah pernyataan tersebut menuai kegaduhan, Kemnaker melalui Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Dita Indah Sari menjelaskan maksud yang disampaikan Ida soal upah minimum tersebut.

-
Staf Khusus Menakertrans Dita Indah Sari (kiri). FOTO ANTARA/Widodo S. Jusuf

Berikut empat pembelaan dari stafsus Ida.

1. Tidak Bermaksud Pekerja Layak Dibayar Murah

Pertama, Dita mengatakan bahwa pernyataan Ida yang menyebutkan upah minimum terlalu tinggi itu didasarkan pada komparasi atau pembanding nilai produktivitas tenaga kerja di Indonesia.

-
Buruh rokok di Kudus, Jawa Tengah, sedang bekerja. (FOTO : Akhmad Nazaruddin Lathif)

Dita menyebutkan nilai produktivitas tenaga kerja di Indonesia cenderung rendah jika dibandingkan dengan upahnya.

"Ketika Ibu (Menaker Ida) mengatakan bahwa upah minimum yang ada ketinggian, itu bukan menganggap bahwa pekerja itu sah mendapatkan upah lebih rendah," kata Dita melalui keterangan pers.

Dita menyebut, nilai efektivitas tenaga kerja di Indonesia masuk ke dalam urutan ke-13 di Asia.

"Baik jam kerjanya maupun tenaga kerjanya, ini umum secara nasional. Bukan berarti semua orang layak dikasih gaji kecil," kata Dita, membela Ida.

2. Hari Libur Dianggap Terlalu Banyak

-
Sejumlah buruh mengangkut gabah saat panen di area persawahan Desa Blang Bugeng, Kecamatan Nurussalam, Aceh Timur, Aceh, Jumat (1/3/2019). (ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS)

Kedua, lanjut Dita, dari sisi jam kerja saja, di Indonesia sudah terlalu banyak hari libur bagi pekerja. 

Dita membandingkan hari libur pekerja di Indonesia dengan negara Asia Tenggara lainnya, dan menyimpulkan bahwa jumlah hari libur di Indonesia masih terlalu banyak.

"Pada hari libur, di Indonesia dalam setahun ada 20 hari libur, itu belum ditambah beragam cuti, mulai dari cuti bersama, cuti tahunan, cuti kelahiran anak, cuti khitanan, cuti menikah, hingga cuti keluarga meninggal. Sementara itu, di Thailand setahunnya cuma ada kurang lebih 15 hari libur saja," jelas Dita.

3. Jam Kerja Dianggap Sedikit

-
Buruh pabrik sibuk bekerja. (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

Selain itu, Dita juga menyebut bahwa jam kerja di Indonesia juga tergolong sedikit dibanding di negara-negara lain di Asia Tenggara.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X