Komnas KIPI Dalami Efek Pembekuan Darah hingga Kecemasan Trio Usai Divaksin

- Selasa, 11 Mei 2021 | 17:21 WIB
Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan Satari. (Foto: Antara)
Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan Satari. (Foto: Antara)

Komisi Nasional (Komnas) Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) belum memiliki cukup bukti untuk mengaitkan peristiwa meninggalnya Trio Fauqi Virdaus (22) dengan pembekuan darah akibat vaksin AstraZeneca.

"Saat ini sedang dilakukan penelusuran untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk mengaitkan kejadian ikutan pascaimunisasi dengan imunisasi yang diberikan," kata Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan Satari seperti dilansir Antara di Jakarta, Selasa (11/5/2021).

Hindra mengatakan gejala yang mungkin timbul pascaimunisasi beragam pemicunya, bisa disebabkan oleh kandungan vaksin yang mengalami cacat produk hingga kekeliruan prosedur saat penyuntikan.

"Dulu ada vaksin Rotavirus menyebabkan invaginasi, tapi sekarang sudah diubah produknya jadi generasi berikutnya dan sekarang sudah aman. Atau kekeliruan prosedur, misalnya disuntikan di dalam otot, ternyata suntiknya terlalu dangkal itu bisa juga sebabkan KIPI," katanya.

BACA JUGA: Pemuda Jakarta Meninggal Usai Divaksin, Komnas KIPI: Belum Cukup Bukti Akibat AstraZeneca

Hindra mengatakan Komnas KIPI masih mengumpulkan bukti terkait dugaan pembekuan darah yang dialami warga Buaran, Jakarta Timur, itu.

"Belum cukup bukti, namun tidak dapat disingkirkan," katanya saat ditanya apakah kejadian yang dialami Trio berkaitan dengan pembekuan darah.

Prinsip kedua yang sedang ditelusuri Komnas KIPI adalah faktor kecemasan almarhum yang tidak terkait dengan imunisasi.

"Prinsip keduanya adalah kecemasan, namun gejala yang diperlihatkan ada perbedaan," katanya.

Reaksi kecemasan berdasarkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada 20 Desember 2019 dikelompokkan dalam 'Imunization Stress-Related Respons' atau gejala dan tanda yang muncul akibat kecemasan.

"Ini tidak berhubungan dengan kecacatan produk, tidak berhubungan dengan isi vaksin bahkan kekeliruan prosedur. Respons ini merupakan reaksi dari 'nerveus fanboost', reaksinya berupa napas cepat berhubungan dengan reaksi psikiatrik yang berhubungan dengan stres," katanya.

Hindra mengatakan faktor stres muncul karena kekuatan psikologi orang berbeda, kerentanan berbeda, pengetahuan tentang vaksin juga berbeda dan persiapan dan konteks sosial berbeda pada setiap individu.

"Misalnya saat mau ujian lisan, kita ke kamar mandi bolak-balik. Atau dipanggil atasan, kita berdebar. Bisa juga diputuskan pacar, tidak ada nafsu makan. Reaksi ini sama dengan imunisasi," katanya.

Respons stres yang berhubungan dengan imunisasi bisa berupa stres akut, reaksi 'vasovagal' atau dissosiative neurological.

Halaman:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X