Dear Pak Jokowi, Pengusaha Angkutan Umum Juga Butuh Perhatian Lho

- Kamis, 2 April 2020 | 18:26 WIB
Ilustrasi angkutan umum (ANTARA)
Ilustrasi angkutan umum (ANTARA)

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengkritik kebijakan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, yang kemudian diwujudkan dalam aturan turunannya, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.

Djoko mengatakan, di dalam aturan OJK tersebut, pemerintah sangat concern dengan nasib pekerja informal, salah satunya pengemudi transportasi online, baik ojol maupun taksi online. Tak hanya bantuan sosial saja, bahkan pemerintah juga membantu memikirkan nasib cicilan kendaraan mereka. 

Di sisi lain, kata Djoko, sejumlah bisnis Angkutan Bus Antar kota Antar Provinsi (AKAP), angkutan travel atau Angkutan Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP), taksi regular (konvensional), Angkutan Bus Pariwisata justru belum tersentuh oleh pemerintah. Padahal, bisnis transportasi tersebut sah secara undang-undang dan memiliki badan hukum. 

"Harusnya mereka diberikan program bantuan untuk keberlangsungan bisnisnya. Minimal setiap pekerja mendapat bantuan bulanan setara UMK selama 3-6 bulan ke depan. Setiap bulan dapat dievaluasi. Jangan sampai nantinya bisnis angkutan umum ini gulung tikar, sebab negaralah yang akan merugi nantinya," ujar Djoko kepada indozone, melalui pesan tertulis, Kamis (2/4/2020). 

Menurut Djoko, sebenarnya di dalam POJK yang terbit tersebut, itu bisa sekaligus mengakomodir bantuan pemerintah kepada angkutan umum berbadan hukum tersebut. 

-
Ilustrasi angkutan umum (ANTARA/Yulius Satria Wijaya)

"Seharusnya di dalam aturan OJK tersebut tidak perlu membatasi debitur dengan fasilitas kredit kurang Rp10 miliar yang harus dibantu. Yang diminta pengusaha transportasi umum adalah penundaan kewajiban, bukan jadi tidak mau membayar. Hilangkan saja batasan Rp10 miliar itu, jika pemerintah benar-benar berpihak pada bisnis transportasi umum," kata Djoko yang juga Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata tersebut. 

Terlebih, kata Djoko, ketika Pembatasan Sosial Skala Besar (PSSB) diberlakukan nanti, tentu saja hal ini akan semakin memukul pengusaha transportasi umum. Bahkan, kondisi tersebut berpotensi memunculkan banyak pengangguran baru di Indonesia. 

"Seharusnya tanpa batasan, karena yang pinjaman besar, juga makin besar risikonya. Usaha angkutan umum itukan usaha pendapatan harian, yang disisihkan sebagian untuk mengembalikan angsuran setiap bulan. Berapapun pinjamannya tetap butuh kebijakan, mengingat semakin besar pinjamannya juga berarti semakin banyak yang bernaung di perusahaan tersebut. Gelombang pemutusan hhubungan kerja (PHK) dapat lebih besar dampaknya," tuturnya. 

Sebagaimana diketahui, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pembatasan Penggunaan Moda Transportasi untuk Mengurangi Pergerakan Orang dari dan ke wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi Selama Masa Pandemik Corona Virus Disease 2019 (Covid 19). Surat ini memberikan rekomendasi bagi operator transportasi umum untuk membatasi layanan dan perpindahan orang di wilayah Jabodetabek serta dari dan ke Wilayah Jabodetabek.

"Tidak masalah jika pemerintah menutup akses angkutan umum antar provinsi dan itu mudah dilakukan. Namun pemerintah, harus memberikan kompensasi bagi pengusaha angkutan umum sebagai wujud negara hadir dan berpihak pada layanan transportasi umum," pungkasnya. 

Artikel Menarik Lainnya:

 

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X