Pengamat: Butuh Konsistensi Penegakan Aturan Untuk Cegah Mudik Lebaran 2021

- Kamis, 22 April 2021 | 09:42 WIB
Calon penumpang menunggu bus di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, Rabu (22/4/2020). (INDOZONE)
Calon penumpang menunggu bus di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, Rabu (22/4/2020). (INDOZONE)

Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Nadia Yovani mengatakan bahwa konsistensi penegakan aturan di lapangan dibutuhkan untuk mencegah masyarakat mudik pada Lebaran 2021.
 
Dalam keterangan pers diterima di Jakarta, Kamis (22/04), Nadia mengatakan bahwa pemerintah telah melarang mudik bagi seluruh kalangan masyarakat, mulai dari karyawan BUMN, karyawan swasta, pegawai negeri sipil, anggota TNI-Polri, pekerja formal maupun informal, hingga masyarakat umum dalam rangka upaya pengendalian penyebaran COVID-19.

"Sanksi hukum itu saya pikir kalau memang diberlakukan dengan konsekuen, konsisten itu, ya itu bisa. Problemnya itu kan problem yang ada itu selalu mengenai konsistensi antara aturan dan implementasi daripada aturan tersebut," kata Nadia Yovani, seperti dilansir Antara.

Selain itu, Nadia menilai aparat di lapangan tidak boleh mengambil ekses dari sanksi yang diberlakukan pemerintah atau harus konsisten.

"Misalnya negosiasi gitu ya dengan aparat," kata dia.

Dia merasa yakin masyarakat bisa mengurungkan niat mudik kalau aparatnya di lapangan bisa konsisten. Dirinya pun berpendapat sanksi sosial bagi pemudik yang nekat adalah salah satu hal yang bisa dilakukan kalau memang kulturnya sudah terbentuk.

"Lah kalau misalnya semuanya masih mengaminkan bahwa mudik lebaran itu memang perlu untuk dilakukan, bagaimana mau melakukan sanksi sosial. Sanksi sosial yang bisa dilakukan paling di sosial media dengan meng-highlight tindakan-tindakan nekat dari pemudik misalnya," katanya.

Dia mengatakan bahwa netizen Indonesia bisa memberikan komentar negatif terhadap mereka yang nekat mudik sebagai sanksi sosial bagi orang yang nekat mudik.

"Tapi yang diutamakan lebih kepada sanksi yang diberlakukan oleh pemerintah ketika warga masyarakat melanggar, tindakan ini," katanya.

Lebih lanjut, Nadia menjelaskan bahwa semua tahu mudik itu adalah aktivitas rutin yang dilakukan bertahun-tahun. Dia berpendapat, sebuah aktivitas sosial yang dilakukan secara rutin itu bisa dibilang sebagai budaya.

"Kalau bilang budaya itu sudah inheren seperti tertanam dalam diri. Seperti makan saja, jadi keharusan, tidak makan nasi tidak afdol. Jadi, levelnya sudah sampai seperti itu, inheren dalam pikiran manusia Indonesia, tertanam dan entah kenapa itu wajib untuk dilakukan," ucapnya.

Menurutnya, untuk mengubah kultur seseorang mengenai mudik itu bisa dilakukan dengan pendekatan secara top down atau pendekatan institusional kelembagaan.

"Harusnya ketika sudah ada prosedur untuk pembatasan untuk mudik atau larangan mudik di lebaran tahun ini, itu juga disertai dengan prosedur yang jelas, aturannya juga klir, nah sanksinya juga jelas," ujarnya.

Dia menilai perlunya diberlakukan sanksi yang bisa membuat orang sadar bahwa pandemi COVID-19 belum tuntas.

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X