Ratusan Burung Pipit Mati di Bali, Yuk Kenali Hewan Berkelompok Itu

- Sabtu, 11 September 2021 | 10:58 WIB
Burung Pipit (Foto: Pizabay/Oldienfan)
Burung Pipit (Foto: Pizabay/Oldienfan)

Belum lama ini media dihebohkan dengan matinya ratusan burung Pipit di kawasan Bali. Burung yang memiliki banyak jenis ini tergolong hewan yang suka berkelompok.

Seperti dihimpun dari Wikipedia, Pipit adalah nama umum bagi sekelompok burung kecil pemakan biji-bijian yang menyebar di wilayah tropis Dunia Lama seperti Eropa, asia hingga Afrika dan Australasia seperti Australia, Selandia baru dan pulau-pulau di Samudera Pasifik.

Diketahui jenis-jenis Pipit (termasuk bondol dan gelatik) senang berkelompok, dan sering terlihat bergerak dan mencari makanan dalam gerombolan yang cukup besar. Burung-burung ini memiliki perawakan dan kebiasaan yang serupa, tetapi warna-warni bulunya cukup bervariasi.

Ukuran terkecil dimiliki oleh Nesocharis shelleyi yang panjang tubuhnya sekitar 8,3 cm (3,3 inci), meski yang bobotnya paling ringan adalah Estrilda troglodytes (6 g). Sedangkan yang paling besar adalah gelatik jawa (Padda oryzivora), yang panjang tubuhnya 17 cm (6,7 inci) dan beratnya 25 g.

Kebanyakan burung pipit tidak tahan dengan iklim dingin dan memerlukan habitat hangat seperti di wilayah tropika. Namun ada pula sebagian kecil jenis yang beradaptasi dengan lingkungan dingin di Australia selatan. Pipit bertelur 4-10 butir, putih, yang disimpan dalam sarangnya yang berupa bola-bola rumput.

Sebelumnya diketahui peristiwa matinya ratusan burung Pipit di Bali, diduga karena makan pakan yang tercemar pestisida. Hal itu diungkap Kepala Seksi Wilayah 2, BKSDA Bali, Sulistyo Widodo, menurutnya, terkait temuan ratusan bangkai burung pipit, harus dibuktikan secara saintifik.

"Kenapa mati mendadak harus dibuktikan secara ilmiah melalui proses otopsi dari bangkai dan kotoran burung. Tapi ada kemungkinan, salah satunya memakan pakan mengandung herbisida atau pestisida yang sifatnya toxic bagi burung," kata Sulistyo Widodo seperti dilansir ANTARA.

Setelah makan, tentu burung tidak langsung mati karena proses toksifikasi juga memakan waktu untuk sampai tingkatan mortalitas (kematian).

"Kemungkinan besar saat burung burung tersebut beristirahat malam. Dan paginya bangkai burung berserakan. Jadi bukan akibat lokasinya di makam," ujarnya.

Kemungkinan kedua, tertular penyakit tertentu. Burung pipit hidup berkoloni dalam jumlah besar, maka penularannya akan cepat. Sehingga angka kematiannya juga dalam jumlah besar.

Selanjutnya, diduga akibat ada perubahan drastis iklim. Ia mencontohkan matinya ikan koi di kolam terbuka saat hujan pertama kali turun, atau matinya ribuan ikan dalam keramba akibat naiknya (up wheeling) endapan bahan kimia, atau cuaca panas dan kemudian tiba tiba turun hujan.

"Misalnya saja, cuaca di Bali sedang panas, pada saat burung burung beristirahat malam, tiba-tiba hujan lebat turun, suhu dan kelembaban udara berubah drastis, burung kaget, stres, dan kemudian mati massal. Ingat tingkat stres pada satwa sangat potensial menjadi penyebab mortalitas massal," ucapnya.

Dari kejadian ini, Sulistyo mengatakan kalau ini bukan yang pertama di Bali ataupun bukan pertama di Indonesia. Kata dia, di Bali dalam lima tahun terakhir juga pernah ada kejadian di area Sanglah, Kota Denpasar, dan di Selemadeg Kabupaten Tabanan.

"Kenapa matinya mengelompok kemungkinan karena burung pipit ini satwa koloni yang hidup berkelompok dalam jumlah besar. Ukuran burung yang kecil menyebabkan kecenderungan berkoloni dalam jumlah besar untuk mengurangi risiko terhadap predator," katanya.

Halaman:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X