Wamenkumham Jelaskan Pemerkosaan dan Aborsi Tak Masuk RUU TPKS

- Rabu, 6 April 2022 | 14:21 WIB
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati (tengah) didampingi Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kanan). (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati (tengah) didampingi Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kanan). (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Pemerintah dan DPR sepakat agar pemerkosaan maupun pemaksaan aborsi tidak masuk dalam draft Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward O.S. Hiariej mengatakan tidak masuknya pemerkosaan dan pemaksaan aborsi di RUU TPKS didasarkan pada pertimbangan untuk menghindari tumpang tindih aturan dengan regulasi lain.

Menurutnya, pemerkosaan dan aborsi sudah diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), sehingga tidak perlu lagi diatur dalam RUU TPKS.

"Saya mampu meyakinkan satu ini, tidak akan pernah tumpang tindih dengan RKUHP, karena kita membuat matriks ketika akan menyusun RUU TPKS. Khusus memang mengenai pemerkosaan itu sudah diatur rinci di dalam RKUHP," ujar Eddy dikutip Rabu (6/4/2022).

Baca juga: Alasan BTS Susah Menang di Grammy Awards, Benarkah karena Rasis Terhadap Asia?

Selain soal pemerkosaan, Eddy juga mengusulkan aborsi dihapus dari RUU TPKS. Pasalnya aborsi sudah diatur secara rinci dalam pasal 469 RKUHP. 

"Mengapa soal aborsi itu kami usul dihapus karena itu diatur dalam Pasal 469 yang dikatakan kemarin mengenai pemaksaan aborsi. Pemaksaan itu kan artinya tanpa persetujuan. Di dalam RUU KUHP itu perempuan yang tanpa persetujuannya kemudian dilakukan pengguguran janin dan sebagainya masuk dalam konteks tindak pidana," urai Eddy. 

Aborsi juga sudah diatur dalam UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam pasal 75 ayat 1, disebutkan bahwa: Setiap orang dilarang melarang aborsi. 

Namun, ada pengecualian untuk dua kondisi, yaitu indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. 

Komnas Perempuan Tak Sepakat

Komnas Perempuan tidak sepakat dengan alasan Eddy, yang menyebut akan terjadi tumpang tindih aturan jika pelecehan seksual dan pemaksaan aborsi masuk dalam RUU TPKS. 

“Selama RKUHP belum disepakati atau kemudian menghasilkan rumusan yang tidak mencerminkan pengalaman korban, maka keputusan untuk menggantungkan pengaturan perkosaan dan pemaksaan aborsi ini akan merugikan korban, utamanya perempuan,” tutur Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani.

Artikel Menarik Lainnya:

Halaman:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X