Investigasi Digelar, Kisah ABK Indonesia Jadi Budak di Kapal Tiongkok Kuras Air Mata

- Kamis, 7 Mei 2020 | 11:36 WIB
Potongan video yang perlihatkan ABK Indonesia meninggal dibuang ke laut. (YouTube/MBC)
Potongan video yang perlihatkan ABK Indonesia meninggal dibuang ke laut. (YouTube/MBC)

Yayasan Keadilan Lingkungan (EJF), merilis sebuah laporan dari kapal nelayan Tiongkok, yang membuang jenazah empat orang ABK asal Indonesia, yang meninggal karena tak mendapat perawatan layak.

ABK lainnya yang berasal dari Indonesia mengungkapkan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM), yang mereka alami. Mulai dari kekerasan fisik, jam kerja hingga 18 jam per hari, hingga aksi penangkapan ilegal yang dilakukan oleh kapal nelayan Tiongkok.

EJF dan Advokat untuk Hukum Kepentingan Publik (APIL), mengeluarkan seruan untuk menginvestigasi kapal nelayan itu, yang sampai saat ini masih terus beroperasi di Samudera Pasifik Barat.

Empat orang ABK itu mulai bekerja di kapal Long Xing 629 pada awal tahun 2019. Seorang ABK meninggal dunia pada 21 Desember. Sedangkan ABK kedua meninggal beberapa hari setelahnya, usai dipindahkan ke kapal serupa Long Xing 802.

-
Potongan video yang perlihatkan ABK Indonesia meninggal dibuang ke laut. (YouTube/MBC)

Di akhir Maret. semua ABK dipindahkan ke dua kapal lain, untuk Busan, Korea Selatan. Selanjutnya, ABK ketiga meninggal saat dalam perjalanan menuju Tian Yu 8. Sedangkan ABK keempat meninggal saat karantina di Korea Selatan (Korsel).

“Dia juga tidak mendapat perawatan medis yang layak meski mengeluhkan gejala yang sama selama dua bulan,” ungkap ABK yang menghubungi EJF. 

“Para ABK yang selamat dari kapal itu melaporkan para korban meninggal itu menderita bengkak, nyeri dada dan kesulitan bernafas selama beberapa pekan,” ungkap laporan Maritime Executive.

Kapten kapal tersebut dituduh tak mau menuju pelabuhan, guna mendapatkan perawatan medis untuk para ABK yang sakit. Selain itu, para ABK mengira bahwa kematian rekan-rekannya juga dipicu oleh kualitas air yang buruk di dalam kapal.

Tiga orang ABK yang meninggal di atas kapal dibuang begitu saja ke laut, di hari mereka meninggal. Aksi ini bertentangan dengan isi kontrak yang mengharuskan pemilik kapal untuk memulangkan jenazah itu ke negara asalnya.

Para ABK menyebutkan, ada kekerasan fisik yang dilakukan oleh ABK senior asal Tiongkok terhadap dua orang ABK Indonesia. Para ABK yang bekerja di kapal itu dituntut untuk kerja selama 18 jam per hari.

Bahkan, dalam beberapa kasus mereka diminta untuk bekerja dua hari berturut-turut tanpa istirahat. Kapal berbendera Tiongkok itu diketahui sudah berada di laut selama setahun tanpa singgah di pelabuhan.

Tak sampai di situ, para ABK Indonesia juga terpaksa mengonsumsi air laut yang asin. Berbeda dengan kru asal Tiongkok  yang minum air segar dalam botol kemasan.

Laporan ini berdasarkan keterangan dari para ABK Indonesia dari Long Xing 629 yang sekarang berada di Korsel, ketika mereka diwawancarai oleh para pengacara APIL. 

-
Aktivitas kru kapal Long Xing. (YouTube/MBC)

Mereka menuturkan, berdasarkan kontrak, mereka seharusnya menerima gaji per bulan sebesar USD300. Namun, dalam kenyataannya, mereka hanya menerima USD42 per bulan. Jumlah tersebut terus dikurangi untuk fee rekrutmen dan tabungan keamanan.

Halaman:

Editor: Zega

Rekomendasi

Terkini

X