Ketua MPR: UUD Bukanlah Kitab Suci, Jangan Tabu dengan Amandemen

- Rabu, 18 Agustus 2021 | 14:40 WIB
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo. (instagram/@bambang.soesatyo)
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo. (instagram/@bambang.soesatyo)

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias bamsoet mengatakan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) bukanlah kitab suci. Sehingga menurutnya tak boleh dianggap tabu jika ada kehendak melakukan penyempurnaan.

"UUD memang bukanlah kitab suci, karenanya tak boleh dianggap tabu jika ada kehendak melakukan penyempurnaan," kata Bambang dalam acara HUT MPR RI dan Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/8/2021).

Bamsoet berkata, secara alamiah konstitusi akan terus berkembang sesuai dinamika masyarakat.

Kemudian Bamsoet berkata, masa sebelum reformasi, UUD sangat dimuliakan secara berlebihan. Pemuliaan itu terlihat dari tekad MPR  untuk melaksanakan secara murni dan konsekuen dan tidak berkehendak melakukan perubahan.

"Kalaupun suatu hari melakukan perubahan harus melalui referendum pada saat itu. Demikian TAP MPR Nomor 4/MPR 1983 tentang Referendum," ungkap Bamsoet.

Akan tetapi,  seiring datangnya era reformasi pada pertengahan tahun 1998, muncul arus besar, aspirasi masyarakat yang menuntut perubahan UUD. 

"MPR segera menyikapinya dengan mencabut TAP MPR tentang Referendum," imbuh dia.

Politikus Partai Golkar ini menyebutkan bilamana pencabutan TAP MPR itu memuluskan jalan bagi mpr hasil pemilu 1999 untuk menindaklanjuti tuntutan masyarakat yang menghendaki perubahan dasar. Demikian responsifnya MPR pada saat itu dalam menyikapi arus besar aspirasi masyarakat.

Dilanjutkan dia, responsivitas yang sama saat ini sedang ditunggu masyarakat dengan adanya arus besar aspirasi yang berhasil dihimpun mpr untuk menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Menurutnya ini sudah periode ketiga MPR yang diamanatkan untuk menghadirkan PPHN.

"Kita hari ini periode ketiga yang belum berhasil masuknya PPHN sebagai bintang pengarah bangsa ke depan agar tidak selalu berganti haluan setiap pergantian pimpinan. Baik di tingkat pusat maupun daerah. Sehingga Indonesia tidak seperti orang yang menari Poco-Poco," tutur Bamsoet.

"Maju dua langkah mundur tiga langkah. Ada arah yang jelas kemana bangsa ini akan dibawa pemimpin kita dalam 20, 30, atau 50 tahun ke depan," tambahnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X