Aksi FPI 1812 Paksa Dibubarkan Polisi, Refli Harun: Unras Itu Hak Konstitusi & Dijamin UUD

- Jumat, 18 Desember 2020 | 15:08 WIB
Refly Harun (Youtube/ ReflyHarun)
Refly Harun (Youtube/ ReflyHarun)

Pantauan Indozone di Jalan Medan Merdeka Selatan tepatnya disekitaran parkiran IRTI Monas, Jumat (18/12/2020) sekitar pukul 14.15 WIB terlihat massa aksi 1812 sudah berkumpul. Namun, polisi dengan cepat membubarkan massa dengan cara penyisiran.

Berdasarkan hal tersebut, pakar hukum tata negara Refly Harun memberikan tanggapannya mengenai aksi 1812 di depan Istana Negara yang tidak mendapatkan izin dari pihak Polda Metro Jaya

"RAKYAT KEPUNG ISTANA!!? TUNTUT ADILI EKSEKUTOR 6 LASKAR FPI DAN BEBASKAN HABIB RIZIEQ!!," tulis judul video tersebut, seperti dikutip INDOZONE, Jum'at (18/12).

Pada video yang diunggahnya di akun Youtube Refly Harun pada Jum'at (18/12) ia menyebut bahwa demonstrasi bukanlah sampah demokrasi, hal itu merupakan hak konstitusional yang dijamin Undang-Undang Dasar.

"Sepanjang pengetahuan saya atau sependek pengetahuan saya, yang namanya demonstrasi atau aksi unjuk rasa itu adalah hak konstitusional yang dijamin oleh UUD yaitu kemerdekaan berserikat kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran baik dalam bentuk lisan maupun tulisan," kata Refly pada video tersebut.

Refly menjelaskan bahwa demonstrasi atau aksi unjuk rasa tidak memerlukan izin dari pihak kepolisian tapi memerlukan pemberitahuan mengenai keamanan selama aksi agar tidak ada yang terluka atau bahkan sampai ada korban jiwa. 

"Karena itu tidak membutuhkan izin tapi cukup pemberitahuan," ujar Refly.

"Karena biar petugas keamanan bisa mengantisipasi. Salah satu antisipasi jalur lalu lintas dibuat rekayasa agar tidak mengganggu pengguna jalan. Pengamanan agar demonstrasi tidak berlangsung ricuh, mulai dari yang bisa terluka atau bahkan korban jiwa," tambah Refly.

Refly menyebut yang menjadi tugas tim keamanan itu adalah menjaga dan memastikan agar aksi unjuk rasa aman sampai akhir, bukan berarti memberikan izin. Karena jika harus mendapatkan izin terlebih dahulu berarti hal tersebut sudah bertentangan dengan prinsip konstitusional yang berlaku.

"Pemberitahuan penting agar aparat keamanan bisa mengantisipasi. Tetapi sama sekali bukan berarti izin harus diberikan terlebih dahulu. Karena kalau demonstrasi unjuk rasa harus mendapatkan izin, maka itu berarti bertentangan dengan prinsip konstitusional bahwa demonstrasi adalah kemerdekaan untuk berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan," kata Refly. 

Dalam video itu Refly juga menyinggung soal orang istana yang menyebut bahwa aksi unjuk rasa merupakan sampah demokrasi.

Ia menjelaskan bahwa demonstrasi atau aksi unjuk rasa adalah ekspresi diri dan kelompok terhadap suatu hal dan bukanlah sampah demokrasi. 

"Bukan sampah demokrasi, seperti yang disampaikan orang istana. Demonstrasi unjuk rasa adalah ekspresi diri dan kelompok terhadap suatu hal, jadi jangan dikatakan sebagai sampah demokrasi. Itulah saluran hak berdemokrasi dan berkonstitusi, yang tidak boleh adalah anarki dan pengrusakan," jelas Refly.

Sebelumnya diketahui bahwa Polda Metor Jaya menegaskan tidak akan menerbitkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) untuk aksi demo 1812. Polda Metro Jaya pun akan menggelar operasi kemanusiaan, jika terjadi kerumunan massa dalam aksi unjuk rasa 1812 oleh Aliansi Nasional Anti Komunis NKRI, persaudaraan alumni 212, Front Pembela Islam (FPI), dan Gerakan Pembela Fatwa Ulama (GNPF Ulama) pada Jum'at (18/12).

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X