Indonesia Disebut Butuh Rp100 Triliun untuk Atasi Dampak Corona

- Kamis, 26 Maret 2020 | 20:52 WIB
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di rumah warga di kawasan Condet, Jakarta Timur, Kamis (26/3/2020). (INDOZONE/Fahmy Fotaleno)
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di rumah warga di kawasan Condet, Jakarta Timur, Kamis (26/3/2020). (INDOZONE/Fahmy Fotaleno)

Indonesia disebut membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam menghadapi wabah virus corona (Covid-19) yang kian hari jumlah orang yang positif terus meningkat. Bahkan disebut-sebut dibutuhkan dana sebesar Rp 100 triliun.

Founder Rumah Perubahan, Prof Rhenald Kasali mengatakan, selain aspek kesehatan yang menjadi prioritas, semua pihak juga harus memikirkan dampak ekonomi akibat wabah virus corona ini. 

"Kalkulasi saya, setidaknya butuh Rp100 triliun untuk mengatasi dampak corona ini," ujar Rhenald saat memberikan update terkait materi webinar Mahir Academy by Rumah Perubahan berjudul The Outbreak: Challenges & Opportunities, Kamis (26/3/2020). 

Rhenald menyebut, dana minimal Rp100 triliun itu dibutuhkan untuk penanganan aspek kesehatan maupun aspek ekonomi untuk meringankan dampak wabah corona, khususnya terhadap masyarakat masyarakat berpenghasilan rendah, pekerja informal, dan sektor UMKM. 

"Kita tahu, dana APBN terbatas, karena itu butuh dukungan luas semua pihak termasuk masyarakat melalui kerelawanan sosial," katanya.

-
Warga keluar bilik disinfektan Posko Jurnalis Peliput Corona di Lhokseumawe, Aceh, Kamis (26/3/2020). (ANTARA FOTO/Rahmad)

Menurut Rhenald, bisnis apapun dalam situasi ini pasti mengalami gangguan dan menghadapi masa sulit. Meski demikian, tidak dapat dibenarkan jika ada pelaku usaha yang mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain, misalnya dengan menjual produk atau jasa kesehatan di atas harga wajar. 

"Saat ini, sikap terbaik adalah mengedepankan kemanusiaan dan nyawa manusia," ucapnya.

Ia menambahkan, pandemi virus corona mengirim sinyal keras kepada bangsa-bangsa di dunia untuk mereformasi sejumlah sistem. Yang pertama adalah sistem kesehatan dalam menangani wabah dan sistem arus informasi untuk mengkomunikasikan langkah penanganan wabah kepada masyarakat luas.

Berikutnya, sistem keuangan negara yang memungkinkan diambil terobosan-terobosan cepat, sistem penanganan lingkungan untuk membatasi penyebaran virus atau bakteri dari fauna dan flora kepada manusia, serta sistem lalu lintas data dan investasi-investasi baru dalam bidang penanganan wabah.

Rhenald menyebut, sinyal keras wabah Corona ini sebenarnya sudah dimulai dengan sinyal-sinyal lembut munculnya berbagai kasus serangan penyakit. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sepanjang kurun waktu 1980-2013 ada 12 ribu kasus outbreak. Beberapa yang memiliki dampak besar adalah Ebola, MERS, dan SARS. 

"Konektivitas transportasi antar negara yang kian terbuka membuat wabah yang dulu sifatnya lokal dan regional, kini menjadi global," sebutnya.

Dengan kondisi seperti ini, ke depan potensi ancaman wabah sangat mungkin terjadi lagi. Karena itu, semua negara harus mulai mendesain sistem kesehatan untuk penanganan wabah. Contohnya di Amerika Serikat, pada 2016 Presiden Barack Obama pernah membentuk National Security Council Directorate for Global Health Security and Biodefense.

Sayangnya, lembaga yang berada di bawah koordinasi Gedung Putih atau Kantor Presiden itu kemudian dibubarkan dan dilebur ke lembaga lain pada 2018 oleh Presiden Donald Trump. Ketika sekarang wabah Corona merebak di Amerika Serikat, pemerintahan Donald Trump pun kurang siap. 

"Sekarang, saatnya semua negara untuk mendesain sistem penangahan wabah yang lebih baik," tuturnya.

Halaman:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X