Beban Berat Garuda Indonesia, Sampai Tak Bisa Beroperasi Maksimal

- Rabu, 29 April 2020 | 19:01 WIB
Pesawat Garuda Indonesia saat mendarat di salah satu bandara.(Instagram/@garuda.indonesia)
Pesawat Garuda Indonesia saat mendarat di salah satu bandara.(Instagram/@garuda.indonesia)

Pandemi virus corona ternyata berdampak ke seluruh industri dan bagian masyarakat. Tak hanya mengguncang dunia kesehatan, tapi juga industri penerbangan. Salah satunya, dialami Garuda Indonesia.

Kebijakan lockdown yang diberlakukan di banyak negara, serta Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang terjadi di dalam negeri, sontak membuat maskapai penerbangan tak bisa banyak bergerak. 

Disisi lain, beban biaya sewa pesawat, maintenance, parkir hingga gaji karyawan tak bisa dihindari dan tetap menjadi kewajiban bagi sebuah maskapai. Hal ini menjadi masalah serius yang jika tidak segera diatasi, bisa membuat sebuah maskapai penerbangan kolaps dan tak mampu terbang lagi. 

Seperti disampaikan oleh Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam Rapat Kerja (Raker) dengan DPR-RI hari ini, Selasa (29/4/2020). 

-
Ilustrasi terminal di bandara yang tampak sepi.(freepik)

Irfan menuturkan, penurunan kinerja perseroan sudah tampak sejak Kuartal I 2020, saat 13 penerbangan direct flight ke Tiongkok ditutup. Meski demikian, kondisi tersebut masih bisa diatasi karena penerbangan Indonesia-Hong Kong tetap masih berjalan. Namun demikian, situasi kembali kacau paska penerbangan Indonesia-Arab Saudi atau penerbangan Umroh juga dihentikan. 

"Impact sangat besar penutupan (penerbangan), saat Saudi menghentikan umroh. 10 hari terbang ke Jeddah - Madinah berangkat kosong pulang penuh. Banyak sekali penumpang kita jalankan ibadah umroh saat ada pelarangan. Pagi-pagi hampir ditolak (masuk Saudi), kita lobi sehingga tetap berlangsung. 10 hari berangkat kosong pulang penuh," ujar Irfan, Rabu (29/4/2020). 

Penurunan kinerja terus terjadi hingga menjelang bulan Mei. Terlebih, kata Irfan, setelah Permenhub 25 Tahun 2020 diterbitkan. Garuda Indonesia sendiri, kata Irfan, tetap harus tetap terbang ke rute Internasional yang sudah menjadi komitmen, yakni Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Australia secara dinamis. Sementara itu di rute domestik, Denpasar-Surabaya-Medan-Makasar tetap harus terbang sehari sekali

"Permenhub 25 / 2020 memaksa kita menghentikan seluruh penerbangan domestik. Mengijinkan rute internasional,  tapi tidak domestik, kecuali logistik. Kita tidak punya penerbangan khusus kargo, langsung mengubah rute kita ke kargo. Hari ini total 26 pesawat khusus kargo dalam maupun luar negeri. kita terbangkan domestik hari ini. Permen 25 terbangkan penumpang switch ke kargo yang mudah-mudahan bisa hidupkan kembali di kondisi sangat terbatas," tuturnya. 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Garuda Indonesia (@garuda.indonesia) on

Bagaimana Garuda Indonesia Mengatasinya?

Irfan mengatakan bahwa hal ini menjadi pukulan terberat disisi keuangan. Rencana awal tahun untuk meneruskan trend positif kinerja tahun sebelumnya juga terpaksa berhenti, terimbas adanya Covid-19 ini. 

Irfan memahami bahwa ada aktifitas yang harus terus dilakukan agar Garuda Indonesia bisa bertahan di tengah pandemi virus corona ini. Pihak manajemen pun membuat plan, termasuk
restrukturisasi utang. Namun apabila hingga Desember 2020 nanti kondisi ini tak juga pulih, diyakini Irfan bahwa beban Garuda Indonesia sebagai national air carrier akan sangat besar. 

"Bagaimana Garuda menyikapi covid ini, mohon dipahami pukulan terbesar di sisi cash, rencana awal tahun meneruskan hasil positif tahun lalu namun terhenti karena covid. Ada aktifitas terus lakukan bahwa kita survive, melakukan treatment memprediksi andaikan sampai Desember, menunda pembayarn pihak ketiga. Garuda punya kewajiban cukup besar," pungkasnya.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X